REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umar bin Khattab merupakan sosok teladan pemimpin sepanjang masa. Ia dikenal sebagai pribadi yang sederhana. Bertanggung jawab atas kepemimpinan yang dijalankan.
Akhlak dan perilaku yang diteladankan Umar, tecermin dari keluhuran tuntutan Islam yang tersurat dari Alquran dan hadis. Di antaranya Surah an-Nisaa' ayat ke-29. " Hai orang-orang yang beriman , janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil."
Memakan harta tersebut mencakup segala apa yang diambil dari orang lain, baik melalui cara yang zalim seperti merampas, khianat, mencuri dan berbudi , ataupun dengan cara penipuan seperti mengadakan kontrak palsu dengan orang lain.
Integritas Umar tersebut juga terinspirasi dari perkataan-perkataan agung dari Rasulullah SAW, seperti riwayat Ma'qil bin Yasar. Bahwa, pemimpin yang tidak amanat dan menipu rakyat, akan diharamkan surga baginya oleh Allah SWT. (HR Bukhari dan Muslim).
Kejujuran adalah modal paling mendasar dalam sebuah kepemimpinan. Tanpa kejujuran, kepemimpinan ibarat bangunan tanpa fondasi, dari luar tampak megah namun di dalamnya rapuh dan tak bisa bertahan lama.
Begitu pula dengan kepemimpinan, bila tidak didasarkan atas kejujuran orang-orang yang terlibat di dalamnya, jangan harap kepemimpinan itu akan berjalan dengan baik.
Namun kejujuran di sini tidak bisa hanya mengandalkan pada satu orang saja, kepada pemimpin saja misalkan. Akan tetapi semua komponen yang terlibat di dalamnya, baik itu pemimpinnya, pembantunya, staf-stafnya, hingga struktur yang paling bawah dalam kepemimpinan ini, semisal tukang sapunya, harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Secara garis besar, yang sangat ditekankan dalam hadis ini adalah pemimpin harus memberikan teladan yang baik kepada pihak-pihak yang dipimpinnya.
Teladan itu tentunya harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemimpin yang tidak menipu dan melukai hati rakyatnya.
Pemimpin yang menipu dan melukai hati rakyat, dalam hadis ini disebutkan, diharamkan oleh Allah menginjakkan kaki di surga. Meski hukuman ini tampak kurang kejam, karena hanya hukuman di akhirat dan tidak menyertakan hukuman di dunia.
Namun sebenarnya hukuman "haram masuk surga" ini mencerminkan betapa murkanya Allah terhadap pemimpin yang tidak jujur dan suka menipu rakyat.