Selasa 28 May 2019 14:41 WIB

Kisah Umar: Antara Khalifah, Keluarga, dan Uang Negara

Ia berusaha untuk menjaga dan memenuhi hak orang lain serta tidak menyia-nyiakannya.

Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto:

Memang Umar tidak pernah menganggap remeh sesuatu yang disepelekan orang lain, apalagi bila bersangkutan dengan hak bani Adam. Ia berusaha untuk menjaga dan memenuhi hak orang lain serta tidak menyia-nyiakannya.

Misalnya, peristiwa yang dialaminya ketika ia naik kendaraan sewaan untuk menjenguk salah seorang sahabatnya yang menderita sakit.

Lantaran postur tubuh Umar yang tinggi besar tatkala melewati jalan yang kiri-kanannya dipenuhi batang-batang pohon, serbannya tersangkut di ranting pepononan secara tidak disengaja dan tanpa diketahuinya. Setelah agak jauh, seseorang menegurnya.

"Amirul Mukminin, serban engkau tersangkut di pohon sebelah belakang itu," katanya.

Umar segara menghentikan kendaraannya, lalu ia turun dan berjalan kaki menuju tempat tersebut. Setelah itu, ia bergegas kembali menaiki kendaraannya.

Pelayan itu terbengong, "Kalau tidak, bukankah sebagai khalifah Tuan berhak menyuruh saya untuk mengambil serban itu?"

"Karena, serban itu miliku dan bukan kepunyaan engkau. Mengapa aku mesti menyuruh engkau? Apakah kau kira jabatan khalifah mempunyai wewenang untuk memerintahkan orang lain mengerjakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan tugasku?" jawab Umar.

Pelayan itu terdiam tidak bisa membantu. Dalam hatinya, dia berjanji akan meniru kejujuran dan kemanahan Umar di setiap perbuatan dan tingkah lakunya.

Sikap Umar yang menentang keras terhadap apa yang menjadi bukan haknya begitu dipegang erat oleh Umar dan keluarganya. Meski ia seorang pemimpin, tidak serta merta menyepelekan hal-hal yang kecil terlebih dalam masalah harta benda yang bukan milikinya.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement