Selasa 28 May 2019 14:41 WIB

Kisah Umar: Antara Khalifah, Keluarga, dan Uang Negara

Ia berusaha untuk menjaga dan memenuhi hak orang lain serta tidak menyia-nyiakannya.

Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto:

Inilah yang menjadi sumber mimik Muka Umar berubah dari senyum menjadi muram. Sambil menatap dengan tegas, Umar memerintahkan orang kepercayaanya itu dalam hak keuangan negara.

"Ceritakan asal-usul uang itu," pinta Umar, seperti dikisahkan dalam buku Kisah-Kisah Islam Antikorupsi karangan Nasaruddin Al-Barbasi.

Dengan hati-hati, Abu Musa berkata, "Tadi pagi, saya hitung pemasukan baitul mal. Seluruhnya terdiri atas uang emas dan perak kecuali sekeping uang perunggu itu. Semua emas sudah saya bukukan dalam catatan tersendiri, demikian pula uang perak."

Abu Musa menjelaskan, asal-usul uang perunggu itu, menurutnya, tidak seberapa harganya dan hanya satu-satunya. Jadi, Abu Musa berpikir tidak ada gunanya jika satu keping uang perunggu itu dicatat dalam daftar terpisah.

"Jadi, saya berikan kepada anak engkau, sekadar untuk membeli kue-kue kecil," katanya.

Mendengar jawaban itu, Umar naik pitam. Dengan berang, dia berkata dengan keras, "Tidakkah kulihat anak-anak lain daripada anakku Umar yang lebih membutuhkannya?" katanya.

Umar masih melanjutkan perkataannya dengan nada kesal. "Sesungguhnya, anak seorang prajurit rendahan yang berjuang melawan pasukan Romawi di garis depan jauh lebih mulia dibandingkan anak Umar, seorang khalifah yang hanya memerintahkan tentaranya berperang dari kamar tidurnya," katanya.

Lalu, uang perunggu itu dicampakkan di depan Abu Musa, sembari berlalu dengan masih menyimpan kekesalan.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement