REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dendi Irfan
Ketika ajal menghampiri Khalifah Umar bin Khattab, ia berpesan kepada anaknya, Abdullah bin Umar, ''Wahai anakku, laksanakanlah perilaku-perilaku iman!"
''Apakah perilaku-perilaku iman itu, wahai ayah?'' tanya Abdullah.
Umar menjawab, ''Berpuasa di hari-hari yang sangat berat di musim panas, sabar menghadapi musibah, menyempurnakan wudlu di hari yang bercuaca dingin, menyegerakan shalat di hari yang mendung, dan meninggalkan 'lumpur maut'.''
''Apa itu 'lumpur maut'?'' tanya Abdullah.
''Meminum khamar,'' jelas Umar (al-Humawi, 2003).
Dalam wasiat terakhirnya itu, Umar dengan bijaksana merangkum aktualisasi keimanan bagi setiap orang yang mengaku beriman (mukmin). Apa yang Umar sebut sebagai 'perilaku keimanan' merupakan sebagian bukti lahiriah dari keimanan yang ada pada diri seseorang.
Karena iman, sebagaimana sabda Nabi SAW, adalah dibenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Tanpa salah satu dari ketiganya, maka keimanan seseorang belum diakui, sebagaimana firman Allah berkaitan dengan orang Arab Badui:
''Orang-orang Arab Badui itu berkata, 'Kami telah beriman.' Katakanlah (kepada mereka), 'Kamu belum beriman', tetapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu ...'' (Al-Hujuraat: 14). Karena itu, 'perilaku-perilaku keimanan' yang Umar sebutkan, patut kita renungkan.
Wasiat agar 'berpuasa di hari-hari yang sangat berat di musim panas', karena puasa adalah bukti keimanan yang jujur yang hanya hamba dan Tuhannyalah yang tahu. Apalagi berpuasa di hari-hari yang berat. Jika ia dapat melakukannya, berarti ia berhasil mengendalikan hawa nafsunya dan menggapai hakikat kemanusiaannya, yaitu memiliki hawa nafsu, bukan dimiliki oleh hawa nafsu.
Umar juga mengingatkan untuk 'sabar menghadapi musibah', karena musibah adalah salah satu waktu yang selalu ada pada diri manusia, selain waktu nikmat, taat, dan maksiat.
Dan, yang diminta oleh Islam, ketika mendapat kenikmatan adalah bersyukur, ketika taat banyak beribadah, ketika maksiat banyak beristighfar dan bertobat, dan terakhir ketika mendapat musibah adalah bersabar menghadapinya karena semua peristiwa kehidupan adalah suratan dari Allah.
Dengan begitu, hati menjadi tenang, tidak putus asa, dan terus mengharap rahmat Allah.
'Menyempurnakan wudlu di hari bercuaca dingin' merupakan ekspresi keimanan yang cukup tinggi. Meskipun mendapat keringanan untuk berwudlu yang wajib-wajib saja jika tidak kuat dalam cuaca dingin, tetapi karena keimanan yang tinggi, tetap berwudlu dengan sempurna.
Meminum khamar tidak saja merusak jiwa dan keimanan, tapi juga merusak fisik seseorang. Bahkan, dampak negatifnya juga menimpa orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, Islam dengan keras mengharamkannya. Tidak hanya khamar, tapi juga segala hal yang memabukkan. Wajar jika Umar mewasiatkan untuk meninggalkannya karena jika tidak, sama saja meruntuhkan keimanan yang ada dalam diri.