Selasa 21 May 2019 21:22 WIB

Malu kepada Allah

Rasulullah SAW menyuruh umatnya untuk malu kepada Allah; ini maksudnya.

Ilustrasi Lafadz Allah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Lafadz Allah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahmad Sarbini     

Suatu ketika, Rasulullah SAW mewanti-wanti agar umatnya mampu mengekspresikan rasa malu kepada Allah SWT dengan sebenarnya. "Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu," sabda Rasulullah SAW.

Baca Juga

Mendengar Rasulullah bersabda, kemudian sahabat berkata, "Wahai Nabi Allah, sungguh kami telah merasa malu."

Kemudian, Rasulullah bersabda, "Bukan itu yang aku maksud. Akan tetapi, malu kepada Allah yang sebenarnya itu, kamu menjaga kepala dengan segala yang dikandungnya, menjaga perut dengan segala isinya, dan senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya. Barangsiapa melakukan semua itu, ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya."

Perasaan malu ialah salah satu benteng yang sangat efektif untuk menghindarkan kita dari segala bentuk perilaku buruk. Kita tidak akan berkata kotor dan kasar karena kita merasa malu. Kita tidak akan membuang sampah sembarangan karena kita merasa malu. Kita menutupi aurat karena merasa malu.

Sebagai insan berakal, ketika kita berselisih dengan sesama, menyelesaikannya menggunakan logika dan akal sehat, tidak dengan cara-cara fisik karena kita merasa malu.

Sementara, makna dari matan hadis "menjaga kepala dengan segala isi yang dikandungnya" adalah menjaganya dari kebiasaan berpikir buruk (negative thinking), menjaganya dari pengetahuan atau informasi palsu, dan kritis terhadap pengetahuan atau informasi yang diterima.

Siapa pun pengetahuan atau informasi itu datang, harus diolah secara kritis, sehingga yang tersimpan hanyalah pengetahuan yang bersih, benar, dan ilmu yang mencerahkan, bukan pengetahuan sesat dan menyesatkan.

Adapun makna dari matan hadis "menjaga perut dengan segala isinya", yakni menjaga perut dari makanan haram yang sudah jelas terlarang, baik zat atau cara memperolehnya, dan menjaganya agar tidak diisi secara berlebihan, sekalipun oleh makanan yang halal.

Kemudian, makna dari matan hadis "senantiasa mengingat maut dengan segala siksanya", yakni dengan kondisi kehidupan yang pragmatis, materialis, hedonis, dan konsumerisme menyebabkan manusia sangat gandrung dengan kesenangan dunia, seolah lupa pada kematian.

Padahal, Allah SWT berfirman, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu kendati kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS an-Nisa [4]: 78).

Gandrung terhadap kemewahan duniawi tidak boleh memalingkan kita untuk selalu ingat pada kematian dan memperbanyak bekal untuk kehidupan akhirat. Dengan rasa malu kepada Allah, insya Allah, kita akan mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement