REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alangkah gersangnya hidup ini jika tak pernah ada canda tawa dengan orang-orang di sekitar kita. Bercanda kerap kali juga menjadi obat ampuh untuk menyegarkan suasana hati tatkala kita merasa jenuh dengan berbagai kesibukan dan tanggung jawab dalam kehidupan.
Islam juga tidak melarang bercanda (al-mizaah). "Bercanda diperbolehkan sebagaimana hal ini dilakukan oleh Nabi SAW," kata Syeikh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam bukunya Endiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan as-Sunnah. Meski demikian, ada tata krama atau adab yang mesti diperhatikan saat kita bercanda.
Salah satu di antara adab itu adalah niat yang benar. Hendaknya seseorang bercanda dengan niat untuk menghilangkan rasa bosan dan lesu serta menyegarkan jiwa dengan sesuatu yang dibolehkan sehingga ia memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat. "Sesungguhnya seluruh amal itu bergantung pada niatnya. Maka dari itu, hendaknya setiap Muslim menghadirkan niat yang benar dalam setiap ucapan dan perbuatannya," kata Syeikh Abdul Aziz.
Bercanda juga tak boleh berlebihan alias melampaui batas. Sikap seperti ini hanya akan menjatuhkan martabat. Orang lain menjadi tidak peduli, tidak hormat, dan menggunjingkan kita. Berlebihan saat bercanda juga bisa membuat orang lain sakit hati lantaran tersinggung oleh kata-kata yang kita ucapkan.
Bercanda juga harus 'pilih-pilih' orang. Artinya, ada orang-orang tertentu yang tergolong riskan untuk diajak bercanda. Misalnya, orang yang selalu serius menanggapi setiap ucapan atau perbuatan. Bercanda dengan orang seperti ini bisa berakibat buruk. "Karena itu, tidak sepatutnya bercanda kecuali dengan orang yang bisa menerima canda kita," lanjut Syeikh Abdul Aziz.
Hal lain yang harus diperhatikan saat bercanda adalah tempat dan kondisi. Dalam hal ini, tak sepatutnya bercanda pada tempat atau kondisi yang serius, misalnya pada majelis ilmu, majelis penguasa, dan majelis hakim saat memberikan persaksian, saat talak, dan sebagainya.
Selanjutnya, hindari kata-kata kotor dan tertawa berlebihan hingga terpingkal-pingkal. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan mematikannya. Sedangkan, tertawa terpingkal-pingkal selain dapat mematikan hati juga dapat menghilangkan kewibawaan dan ketenangan. Kemudian, bercandalah dengan orang-orang yang membutuhkan, semisal dengan anak-anak. Nabi SAW pun cukup sering bercanda dengan anak-anak.
Perkara yang diharamkan
Dalam bukunya, Syeikh Abdul Aziz juga mengingatkan kita untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah ketika bercanda. Salah satunya, bercanda dengan menakut-nakuti, seperti memakai topeng yang menakutkan, berteriak dalam kegelapan, menyembunyikan barangnya, dan sebagainya. Tentang hal ini, Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh." (HR Abu Dawud [5.003] dan at-Tirmidzi [2.161]).
Diharamkan pula berdusta saat bercanda. Sesungguhnya dusta itu tidak diperbolehkan, bagaimanapun keadaannya. Perhatikan sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya aku juga bercanda, namun aku tidak mengatakan kecuali yang benar." ( HR at-Thabrani)
Allah juga mengharamkan bercanda dengan cara melecehkan orang tertentu. Misalnya, melecehkan penduduk daerah tertentu, profesi tertentu, dan menyebut aib mereka dengan tujuan membuat orang tertawa.
Satu hal lagi, Allah melarang kita bercanda dengan cara mencela, menuduh, atau menyifati sahabatnya dengan perbuatan keji. Contohnya, seseorang berkata kepada temannya, "Hai, anak monyet!" dan lain sebagainya.
Sayangnya, selama ini banyak di antara kita yang belum memahami tata krama bercanda. Contoh paling jelas adalah guyonan pada program lawak di televisi yang kerap kebablasan karena kurang memperhatikan adab bercanda. Karena itu, mulai sekarang perhatikan tata krama yang digariskan Islam dalam bercanda. Insya Allah, ke depan menjadi lebih baik.