Senin 29 Apr 2019 16:32 WIB

Pola Bersedekah pada Zaman Rasulullah

Saat ayat tentang kewajiban bersedekah turun, kaum Muslimin banyak bersedekah.

Rasulullah
Foto: Wikipedia
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ilmu hadis KH Ahmad Luthfi Fathullah menjelaskan, pola bersedekah pada zaman Rasulullah dan sekarang berbeda. Saat ayat tentang kewajiban bersedekah turun, kaum Muslimin berlomba-lomba paling banyak bersedekah.

"Pada awal kedatangan Rasul, sahabat Anshar dan Muhajirin tidak terlalu kaya. Hanya saja ketika datang perintah bersedekah, mereka yang punya duit langsung jor-joran bersedekah, misalnya Abu Thalhah yang termasuk paling kaya di Anshor," tutur KH Ahmad Luthfi.

Dia bercerita, Abu Thalhah memiliki kebun paling subur di depan Masjid Nabawi. Dia mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW, ingin menjadi orang baik. Dia pun ikhlas menyedekahkan kebunnya tersebut.

Hanya saja, Rasulullah menjawab, harta Abu Thalhah ini paling mahal serta menghasilkan pendapatan. Nabi pun menganjurkan untuk menyedekahkannya ke keluarga seperti paman dan keponakan Abu Thalhah.

"Contoh lain sedekah jor-joran di jaman Rasul yakni, saat perang terutama perang Tabuk yang membutuhkan banyak logistik karena 10 ribu Muslim harus berjalan jauh sekali. Di situ, Utsman bin Affan memberikan semua hartanya, Abu Bakar juga memberikan semua hartanya, lalu Umar bin Khattab menyedekahkan sepertiga hartanya," ujarnya.

Kiai Luthfi melanjutkan, ketika masa Rasulullah, sahabat menyedekahkan hartanya secara total. Ibaratnya, tidak hanya kisaran Rp 1 juta atau Rp 2 juta, ta pi miliaran bahkan triliunan rupiah. Pada masa sahabat atau setelah Rasulullah wafat, pola sedekahnya masih sama. Hanya saja, kaum Muslimin sudah ma kin sejahtera sehingga sulit men cari orang yang memerlukan sedekah.

Ia mencontohkan, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Angka kemiskinan turun hingga 90 persen. "Tidak hanya ber kat sedekah yang jor-joran dan kencang, tapi manajemennya juga bagus. Kala itu, negara full power mengatur soal zakat serta sedekah," kata KH Ahmad Luthfi.

Dia menilai, saat ini kesa daran masyarakat untuk membayar Ziswaf sudah mulai meningkat di bandingkan tahun sebelumnya, Hal itu di antaranya terlihat dari laporan Baznas. Hanya saja, dia tidak memungkiri manajemen pengelolaannya masih kurang.

Pasalnya, potensi dana Ziswaf mencapai Rp 210 triliun namun realisasinya kurang lebih baru sebanyak Rp 9 triliun. "Jadi ma sih jauh banget tapi sudah lebih lebih baik dari sisi angka," kata nya.

KH Ahmad Luthfi menyatakan, sosialisasi harus lebih masif. Termasuk penerbitan buku-buku soal kaya melalui bersedekah. "Cara tersebut tidak menyalahi agama karena Islam juga mendukung konsep itu. Terpenting, tetap ikhlas dan jangan riya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement