Rabu 24 Apr 2019 19:57 WIB

17 Negara Ikuti Pelatihan Halal LPPOM MUI di Bali

Pelatihan halal dalam rangka menghadapi implementasi UU JPH.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nashih Nashrullah
Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Bali menjadi tuan rumah The 4th Bali International Halal Training 2019. Acara ini diselenggarakan Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bekerjasama dengan Indonesia Halal Training & Education Center (Ihatec).

Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, mengatakan tahun ini merupakan tahun penting bagi penerapan Undang-Undang Nomor 33/ 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Undang-undang ini mengamanatkan pelaksanaannya maksimal 17 Oktober 2019.

Baca Juga

Meski sampai saat ini Peraturan Pemerintah (PP) sebagai Peraturan Pelaksana Undang-Undang masih terus dikaji dan belum ditandatangani presiden, Lukman menilai perusahaan sebagai entitas bisnis siap dalam segala situasi. Salah satunya perusahaan bisa menyikapi perkembangan regulasi dengan cara mengikuti proses sertifikasi halal berdasarkan standar yang ada.

"Sangat baik jika perusahaan-perusahaan yang akan mengekspor produk ke Indonesia atau importir mempersiapkan sertifikasi halal sesuai standar LPPOM MUI, yaitu Halal Assurance System (HAS) 23000" katanya, Rabu (24/4).

Sampai saat ini, kata Lukman, kriteria sertifikasi halal LPPOM MUI masih implementatif bagi perusahaan. Dia menilai perusahaan cukup fokus pada pemenuhan kriteria yang diminta, tanpa perlu terbawa polemik ada atau tidak adanya regulasi resmi dari pemerintah.

Sebanyak 98 perusahaan dari 17 negara mengikuti pelatihan internasional ini. Mereka adalah India, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, Singapura, Hongkong, Korea, Filipina, Vietnam, Cina, Turki, Belanda, Irlandia, Swiss, Australia, dan Selandia Baru.

Selama tiga hari, 24-26 April 2019, peserta menerima berbagai materi seputar pentingnya sertifikasi halal, kriteria HAS 23000:1, kebijakan dan prosedur HAS 23000:2, tahap persiapan sertifikasi halal, dan saling berbagi pengalaman tentang sertifikasi halal.

Kepala Ihatec, Nur Wahid, mengatakan pelatihan ini sangat penting dengan akan diterapkannya UU Nomor 33/ 2014. Undang-undang ini mewajibkan seluruh produk harus tersertifikasi halal MUI.

"Dari segi substansi halal, berlakunya UU ini tidak akan banyak berubah, karena HAS 23000 yang selama ini menjadi acuan sertifikasi halal MUI tetap menjadi rujukan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), di samping Standar Nasional Indonesia (SNI)," katanya.

Keputusan akhir kehalalan tetap dilakukan Komisi Fatwa MUI, sementara pemeriksaan dilakukan LPPOM MUI sebagai lembaga pemeriksaan halal. Dari sisi adminitrasi, aturan ini disesuaikan dengan ketentuan BPJPH.

Perwakilan peserta pelatihan dari Thai Nisshin Technomic Co, Ltd Thailand, Chananuch Pramualkitjaroen, menyambut baik pelatihan ini. Dia memperoleh banyak pengetahuan baru terkait proses, prosedur, dan standar sertifikasi halal.

"Saya senang ternyata sertifikasi kehalalan menggunakan pembuktian-pembuktian ilmiah. Setelah menerapkan sertifikasi halal LPPOM MUI, harapannya penerimaan produk oleh konsumen di Indonesia dan omset bisnis perusahaan meningkat," katanya.

Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Bali, Fauzi Hamid Abbas Basulthana, mengatakan kegiatan berskala internasional ini menjadi media sosialisasi kepada dunia luar akan pentingnya sertifikasi halal. Pesertanya bahkan didominasi negara-negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

"Sebagai umat Islam, bagaimana pun juga kita harus menyeleksi makanan yang masuk ke dalam tubuh kita," katanya.

Dengan meyakini ketentuan halal merupakan ketentuan Allah, sebut Fauzi, manusia hendaknya meyakini semua ketentuan tersebut harus demi kemaslahatan manusia. Dia berharap pelatihan serupa bisa konsisten dilaksanakan di masa depan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement