REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung
Pada zaman Nabi SAW, ada seorang sahabat bernama Abdurrahman bin Shakhr (wafat 59 H). Beliau termasuk salah seorang ahlush-shuffah (orangorang miskin muhajirin yang tinggal di emperan Masjid Nabawi). Hidup dalam ketiadaan menjadi kesempatan baginya untuk melayani dan mengikuti dakwah Nabi. Kedekatan dengan Rasulullah SAW pula yang telah menjadikannya periwayat ribuan hadis yang dikagumi.
Suatu hari, ia menemukan seekor anak kucing yang ditinggal induknya. Melihat kucing itu, muncul rasa iba dan membawanya pulang ke rumah. Lalu, kucing itu di ra wat dengan baik, diberi makan, dimandikan, digendong, dan disiapkan tempat tidur. Kebaikannya telah membuat kucing itu sayang dan setia kepadanya. Hingga ke mana pun ia pergi, kucing itu selalu menyertai. Kecintaan pada kucing itulah yang membuat Nabi SAW dan para sahabat menggelarinya "Abu Hurairah" (Bapak Kucing).
Kisah inspiratif di atas mengingatkan saya akan seorang ibu pembantu rumah tangga di dekat rumah. Sungguh mengharukan, ketika pagi hari ia membawa kantong berisi nasi dicampuri ikan asin. Penganan itu ia beli dari hasil jerih payahnya yang tak seberapa untuk memberi makan kucing liar yang tak bertuan. Seketika ia datang, belasan ekor kucing pun sudah menunggu dan menyambutnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang melon cat girang karena lapar dan ada pula yang menge luskan kepalanya sambil mengeong seakan berucap terima kasih.
Subhanallah, betapa mulianya si "Ibu Kucing" itu. Walau hidup kekurangan, ia tetap sedekah kepada binatang yang bukan piaraannya. Bukan hanya sekali dan bukan pula sisa-sisa, melainkan hampir setiap hari dan dari makanannya sendiri. Sedekahnya te lah memberi efek yang luar biasa terhadap perilaku kucing-kucing itu. Rasa kasih sayang itu membuat ia pan tas dikasihi oleh penghuni langit (HR Thabrani). Memang, kita tidak hanya dituntut menyayangi manusia, tetapi juga mah kluk lain yang hidup dan tumbuh di muka bumi. Sebab, semua itu adalah makhluk Allah SWT juga (QS 68:38).
Dahulu, juga ada seorang lelaki yang sedang ke hausan di gurun yang tandus. Setelah menemukan air sumur, ia pun minum sepuasnya. Lalu, begitu naik ke permukaan, ada seekor anjing yang menjulur lidahnya karena kehausan. Ia pun turun kembali ke dasar sumur yang dalam. Sepatunya diisi air dan dibawa dengan mulutnya untuk minuman anjing itu. Allah SWT pun berte rima kasih dan mengampuni dosanya. Mendengar cerita itu, para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita berpahala jika berbuat baik kepada binatang?" Nabi SAW menjawab, "Dalam setiap pertolongan terhadap hati yang basah (binatang hidup) ada pahalanya." (HR Bukhari).
Sejatinya, dari kisah di atas memberi banyak pelajaran untuk menguatkan pendidikan karakter anak-anak kita. Pertama, senantiasa menjaga adab kepada setiap makhluk ciptaan Allah SWT, baik terhadap binatang, lingkungan alam, maupun manusia. Kedua, jika senang memelihara binatang atau pepohonan, jagalah sebaik mungkin. Jika tak mampu, lepaskan saja agar ia bisa mencari penghidupan sendiri.
Bukankah seorang perempuan disiksa karena kucing yang dikurungnya mati kelaparan dan kelak ia akan ma suk neraka? (HR Bukhari). Ketiga, sedekah terbaik bu kan karena kuantitas yang banyak, melainkan ketulusan dan konsistensinya walaupun sedikit (mudawamah). Sedekah "Ibu Kucing" yang tulus itu bisa mengubah perilaku kucing liar menjadi penurut dan setia. Sebab, sedekahnya bukan sedekah biasa. Allahu a'lam bish-shawab. ¦