REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab telah dikenal sebagai pedagang yang ulung dan akrab dengan lautan. Selama Rasulullah SAW hidup, penyebaran agama Islam tidak hanya melalui perjalanan di daratan, melainkan juga pelayaran. Demikian pula pada zaman sesudah Nabi SAW wafat. Sebagai contoh, para penyebar Islam di Kepulauan Nusantara pada masa awal memanfaatkan dengan sungguh-sungguh jalur perniagaan maritim untuk melakukan dakwah kepada masyarakat tempatan.
Pada zaman keemasan Islam, perkembangan ilmu navigasi telah memunculkan para pelaut tangguh. Mereka dapat berkeliling dunia dengan bantuan teknologi yang cukup canggih pada masanya. Misalnya, astrolab yang dikembangkan para ilmuwan Muslim. Dengan alat ini, seorang pelaut dapat menentukan arah kapal dengan memerhatikan posisi benda-benda langit. Selain itu, sejak abad ke-14 mereka juga memanfaatkan kompas yang pertama kali ditemukan bangsa Cina.
Dinamika para saintis dan pelaut Muslim ini jauh mendahului bangsa Eropa yang masih tertinggal dalam bidang maritim.
Berikut ini akan tiga di antara begitu banyak tokoh pelaut Muslim yang patut dicatat dalam sejarah. Mereka tidak sekadar berlayar untuk kepentingan pribadi, melainkan demi penyebaran dakwah Islam serta kebanggaan bangsa asalnya masing-masing.
Berbeda dengan kolonialisme Eropa yang juga memanfaatkan pelayaran di samudra, para pelaut Muslim datang ke negeri-negeri tertentu tanpa bermaksud menjajah masyarakat tempatan. Mereka justru menggiatkan aktivitas perdagangan sekaligus menjembatani kebudayaan-kebudayaan yang berbeda.
Ahmad bin Majid
Pelaut Arab ini lahir pada 1421 di Ras al-Khaimah (kini bagian dari Uni Emirat Arab) dan wafat pada 1500. Keluarganya sudah akrab dengan dunia perniagaan maritim. Saat berusia 17 tahun, Ahmad bin Majid sudah pandai mengemudi bahtera. Dunia Barat mengenalnya sebagai pelaut legendaris yang menolong Vasco da Gama dalam pelayarannya.
Pada akhir abad ke-15, da Gama menyelidiki jalur maritim dari Eropa ke India. Pada akhirnya, ekspedisi pelaut Portugis ini membuka jalan bagi permulaan ekspansi kolonialisme Barat atas Asia dan Afrika.
Sejumlah sejarawan menggelari Ahmad bin Majid sebagai ‘Singa Lautan.’ Ini lantaran luasnya pengetahuan Ibnu Majid mengenai ilmu kemaritiman dan juga pengalamannya mengarungi samudra. Dia telah menulis sejumlah buku tentang bidang tersebut.
Di antaranya adalah Fawaidh fi Usl Ilmi al-Bahra wa al-Qawaidah dan Kitab al-Fawa’id. Isinya lebih mirip ensiklopedia tentang sejarah dan prinsip-prinsip dasar navigasi. Salah satu karyanya menjadi panduan bagi para pelaut di Teluk Persia untuk mencapai pesisir India dan Afrika timur. Pada zamannya, bangsa Eropa belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang Samudra Hindia.