REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pesantren saat ini dituntut membuka diri dengan realitas kemajuan teknologi agar siap menghadapi era Industri 4.0. Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kanwil Kementerian Agama (Kemanag) juga harus ikut mempersiapkan dan memfasilitasi.
Direktur Jendral Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kemenag, Kamaruddin Amin, menyebutkan jika pondok pesantren tidak melibatkan diri di kontestasi zaman ini, peluang yang ada akan diambil alih kalangan lain. Padahal di era milenial saat ini, di samping butuh SDM profesional juga fondasi moral yang kuat.
Pesantren, selain melahirkan generasi bermoral juga harus berkompeten.
"Dan santri pondok pesantrenlah yang pas memerankan lakon zaman tersebut," ujar Kamaruddin Amin, dalam keterangan tertulis yang didapat Republika.co.id, Kamis (11/4).
Kamaruddin melanjutkan manusia saat ini hidup di dua dunia, yakni dunia virtual atau digital dan dunia riil atau realitas. Pola interaksinya juga sangat massif dan dinamis sehingga rentan dengan dampak negatif, meski banyak juga dampak positifnya.
"Ruang publik alam virtual harus dikuasai generasi dengan basis pendidikan agama dan moralitas sehingga kontestasi dialektikanya bisa dimenangkan dan output-nya akan memberi pengaruh positif di tengah umat dan masyarakat," lanjutnya.
Menurut Dirjen Pendis, salah satu penyebab tumbangnya negara-negara di Jazirah Arab (Arab Spring) karena ulama dan cendekiawan mereka terlalu larut mengabiskan waktunya berkutat di kampus dan meja akademik saja
Sementara area publik kosong dan diisi kelompok yang memiliki kepentingan negatif yang tidak segan-segan menggunakan bungkus agama sebagai alat propagandanya.
"Karenanya, kita di Indonesia yang dikenal memiliki watak beragama yang tawasuth, tasammuh, dan washatiyah (moderat) harus mewaspadai gejala global ini sehingga pertahanan terhadap ajaran umat kita di Indonesia kuat secara ideologis," tuturnya.
Dia mengatakan cara menjaga generasi ini adalah dengan memperkuat sistem pendidikan keagamaan yang inklusif dan berbasis nilai-nilai pluralitas. Ini sebagaimana yang telah diterapkan sejak dahulu oleh organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Nahdlatul Wathan (NW), dan Persatuan Islam.
Dia menambahkan, pesantren juga harus mengembangkan keahlian yang dibutuhkan dunia modern, seperti bahasa asing, literasi digital, serta ilmu eksakta dan humaniora. Kemenag disebut berkomitmen kembangkan pondok pesantren agar terus maju dan berkembang.