REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Brunei Darussalam menerapkan syariat Islam sebagai hukum negara. Baru-baru ini, negara di Pulau Kalimantan itu menegaskan pemberlakuan sanksi tegas berupa rajam hingga mati bagi pelaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Terkait itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemerintah Brunei. Menurut dia, hukuman mati dapat saja dijatuhkan bagi pelaku LGBT.
Menjadi LGBT bukanlah bagian dari hak asasi manusia (HAM). Sebab, lanjut dia, HAM seyogianya menjadikan diri manusia, secara individual maupun kolektif, lebih baik dan selamat.
"Berbeda halnya dengan LGBT. Menjadi LGBT itu akan membuat bencana dan malapetaka bagi manusia itu sendiri," kata Buya Anwar Abbas melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Jumat (5/4).
Dia meneruskan, seandainya LGBT dibolehkan, besar kemungkinan umat manusia dalam jangka waktu abad ke depan terancam punah. Sudah jelas pasangan lesbian dan gay tidak mungkin melahirkan keturunan. Hal demikian tentu berbahaya bagi keberlanjutan eksistensi komunitas manusia.
"Dengan demikian, barang siapa yang menjadikan dirinya gay atau lesbi, maka tindakannya tersebut jelas bisa dikategorikan sebagai tindakan antimanusia dan kemanusiaan," ujar Buya Anwar.
Oleh karena itu, dia sepakat bila para pelaku LGBT menerima hukuman berat, termasuk vonis mati. Hukuman yang tegas bertujuan melestarikan kehidupan manusia agar tetap bermartabat dan tidak punah.
Hukuman yang diterapkan Brunei dinilainya layak dan adil bagi pelaku kejahatan kemanusiaan seperti LGBT. Lebih lanjut, Buya Anwar berharap, negara-negara lain juga bisa meniru langkah tegas Brunei Darussalam.
"Brunei Darussalam sudah menegakkan dan memberlakukan hukuman yang adil tersebut. Semoga negara-negara lain juga mengikutinya," ujarnya lagi.
Pemerintah Brunei telah menerapkan hukuman syariah yang ketat, termasuk hukuman mati dengan cara dilempari batu bagi pelaku LGBT dan perzinaan.
Undang-undang dalam hukum syariah itu juga mencakup penerapan potong tangan dan kaki bagi pencuri. Dengan adanya hukuman seperti ini, Brunei akan menjadi yang pertama di Asia Tenggara yang memiliki hukum pidana syariah di tingkat nasional. Brunei menyusul sebagian besar negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi.