REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa Isra' Mi'raj yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW harus menjadi spirit (semangat) untuk membingkai diri setiap Muslim untuk kian mendekat kepada Allah SWT. Demikian disampaikan oleh Ustaz Hasan Basri Tanjung.
Dosen Institut Ummul Quro Al-Islami (IUQI) Bogor ini mengatakan, perjalanan spiritual Rasulullah SAW tersebut harus menjadi wasilah untuk melakukan perjalanan spiritual bagi umatnya, yaitu melalui shalat fardhu lima waktu sehari semalam.
"Shalat adalah mi'raj bagi seorang Muslim. Artinya, dengan menjalankan shalat yang baik, seorang hamba sedang melakukan perjalanan ruhiyah ke haribaan ilahi, Allah SWT," kata Ustaz Tanjung, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id.
Ia melanjutkan, Nabi SAW merasakan kenikmatan dan ketenangan sekembali dari isra' mi'raj. Karena itulah, seorang mukmin juga semestinya merasakan ketenangan setelah menunaikan shalat. Karena shalat, menurutnya, adalah puncak dari dzikir.
Sebagaimana firman Allah dalam Alquran. "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (QS. Thaha:14)
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'du 28)
Kemudian, adapula hadist yang menegaskan betapa pentingnya shalat, yang menjadi kewajiban umat Muslim. "Shalat adalah tiang agama, siapa yang menegakkannya berarti ia menegakkan agamanya. Siapa yang meninggalkannya, berarti ia merobohkan agamanya." (HR. Al Bayhaqi)
Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor ini mengatakan, peringatan Isra Mi'raj sesungguhnya harus menguatkan pendidikan shalat bagi setiap muslim. Sebab, shalat itu bagaikan mandi di air jernih lima kali dalam sehari (HR. Bukhari).
Selain itu, bukan hanya mendirikan shalat, Ustaz Tanjung juga mengingatkan untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Sebab, Nabi SAW melakukan perjalanan dari masjid ke masjid.
"Karenanya, kita bukan hanya mendirikan shalat fardhu, tetapi berupaya untuk berjamaah di masjid. Tak bisa setiap waktu, minimal sekali sehari harus ke masjid. Bukan hanya pahalanya 27 derajat, tetapi juga upaya me jalin keharmonisan sosial (HR. Muslim)," katanya.
Peristiwa Isra Mi'raj terjadi sekitar tahun ke-11 dari kenabian. Kala itu, Ustaz Tanjung menuturkan bahwa Nabi SAW usai menghadapi tahun kesedihan. Karena beliau baru ditinggal oleh kekasih dan pelindung sejatinya, yakni istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib. Karena itu, Ustaz Tanjung mengatakan Isra Mi'raj bagaikan hadiah dan hibhran ilahiyah atas kedukaan beliau yang mendalam dan kesabarannya yang kuat.
"Seakan memberi pelajaran bahwa setiap derita atau kesedihan yang memghadang, akan berujung kemudahan dan kenikmatan, jika dihadapi dengan kesabaran," ujarnya.
Dalam surah Al Isra ayat 1 dimulai dengan "subahana", yang memiliki arti Maha Suci Allah. Menurut prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah, kata itu menunjukan bahwa Isra Mi'raj adalah kejadian luar biasa yang tidak bisa dipahami oleh akal manusia. Sehingga, tanpa iman yang kuat, maka manusia akan menolaknya. Untuk itu, sikap sahabat Rasulullah, Abu Bakar ra, yang yakin akan kebenarannya karena Nabi SAW yang mengatakan adalah wujud keimanan.
"Orang bijak berkata, bahwa kita harus menyisakan ruang dalam hati untuk menerima sesuatu yang tidak dimengerti oleh akal pikiran manusia. Sungguh, peristiwa ini tidak akan pernah kering meneteskan hikmah bagi orang beriman. Ia akan mengalirkan nilai yang selalu relevan sepanjang zaman," tambahnya.