Jumat 22 Mar 2019 13:21 WIB

Peluh Warga Memulihkan Sentani

Baznas Tanggap Darurat mendistribusikan bantuan ke Sentani.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Dwi Murdaningsih
Relawan muda Baznas turut bergotong-royong membersihkan sekolah di Jayapura yang terdampak banjir bandang, Kamis (21/3).
Foto: Republika/Umar Mukhtar
Relawan muda Baznas turut bergotong-royong membersihkan sekolah di Jayapura yang terdampak banjir bandang, Kamis (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SENTANI -- Jalan Raya Kemiri-Sentani di Sentani, Jayapura, Papua, tampak porak-poranda. Sebagian ruas jalan dipenuhi lumpur pasir, dan sebagian lagi ada yang tergenang air. Markas TNI di Sentani ikut menjadi korban banjir bandang ini. Gerbang markas Batalyon Infanteri Raider 751 digenangi banjir yang cukup deras.

Sementara, kompleks Angkatan Udara RI, yang di dalamnya berjejer rumah-rumah, tenggelam oleh pasir. Ketinggian pasir bahkan sampai melebihi setengah pintu. Di depannya, terlihat sebuah kap mobil sementara bagian bawahnya terselimuti pasir terjangan banjir bandang Sentani.
 
Sepanjang Jalan Raya Kemiri-Sentani banyak pertokoan. Tampak jalan raya ini menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi masyarakat Sentani dan sekitarnya. Namun, pertokoan itu tertutup rapat. Hanya sebagian kecil yang membuka toko. Itu pun menjual produk-produk jadi seperti boneka bayi dan sejenisnya.
 
Ada pula sang pemilik toko yang berbaik hati meminjamkan tempat usahanya kepada organisasi relawan untuk dibentuk posko. Posko Baznas Tanggap Darurat (BTB) di Jalan Raya Kemiri-Sentani pun berada di sebuah toko bekas rumah makan dengan luas yang cukup besar.
 
photo
Banjir Sentani. Relawan Baznas dan Rina Yulyana menyiapkan sarapan pagi bubur sumsum untuk para warga yang terdampak bencana banjir bandang di Sentani, Jayapura, Papua, Kamis (21/3).
Pagi jelang siang waktu Indonesia Timur, Republika.co.id menuju Kelurahan Hinekombe, Distrik/Kecamatan Sentani bersama tim relawan BTB. Langit menurunkan air rintik-rintik, gerimis kecil. Perjalanan dengan menggunakan mobil ini berhenti di depan sebuah jembatan kayu.
 
Jembatan itu menghubungkan warga Kelurahan Hinekombe ke Jalan Raya Kemiri-Sentani. Tetapi ambrol sejak peristiwa banjir bandang pada Sabtu (16/3) malam. Derasnya aliran banjir membuat jembatan luluh-lantak seketika. Hingga kini, aliran masih deras melintasi sebuah kali di kolong jembatan selebar dua mobil itu.
 
Salah seorang warga sekitar, Erik Kamo (40) menuturkan, setelah jembatan roboh, Ahad (17/3) pagi masyarakat langsung bergotong-royong untuk membentangkan beberapa batang pohon kelapa berdiameter sekira 50 cm di atas aliran kali. Kemudian di atasnya ditaruh kayu panjang dengan arah berlawanan.
 
Namun, upaya itu belum menjadikan jembatan kayu itu kuat. Lebarnya pun hanya cukup untuk dua motor melintas. Sehingga, mobil-mobil besar seperti off-road dan truk harus menyeberangi kali tersebut dengan melewati sisi sebelahnya.
 
Pada Kamis (21/3) pagi, di bawah derasnya hujan yang mengguyur, warga setempat kembali bergotong-royong memperkokoh jembatan dibantu relawan Baznas Tanggap Bencana (BTB). Tetapi hingga kini jembatan tersebut masih belum bisa dilintasi bahkan oleh motor karena khawatir roboh.
 
"(Padahal) ini jembatan jadi jalan utama kita buat ke pusat kota (Jalan Raya Kemiri-Sentani)," kata Erik yang merupakan orang asli Sentani.
 
Banyak motor warga yang tidak bisa melintasi derasnya arus banjir bandang di kali itu sehingga diparkir di depan jembatan. Hanya motor berkekuatan besar, terutama trail, yang bisa melewati terjangan arus banjir. Mobil yang bisa melintas pun hanya yang 4WD. Hingga saat ini, arus banjir bandang di permukiman BTN Sosial, Hinekombe, Sentani, masih deras.
 
Di kelurahan Hinekombe ini, ada dua permukiman. Pertama perumahan BTN Sosial yang berada di dataran rendah, dan kedua, perumahan BPD Gunung yang letaknya di dataran tinggi dekat Gunung Cyclop. Kawasan permukiman ini sebagian besar diterjang arus banjir bandang. Arus ini menggenangi jalan perumahan dan sampai masuk ke dalam rumah.
 
Warga Hinekombe yang lain, Cornelius Lombe, mengakui banjir bandang kali ini terparah. Banjir terakhir terjadi pada 2007 tetapi tidak sampai memakan korban jiwa. Ia tidak tahu persis apa penyebabnya. Namun, di kawasan kaki Gunung Cyclop memang banyak aktivitas berkebun dari para warga.
 
Banjir bandang ini ternyata tak hanya berdampak pada Distrik Sentani, tetapi juga sampai ke Distrik Waibu. Bangunan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan Cendekia Jayapura dan Taman Kanan-Kanak Islam Terpadu (TKIT) Permata Bunda di Doyo Baru, Waibu, ikut terkena dampak banjir bandang. Para murid pun terpaksa diliburkan hingga waktu yang tak bisa ditentukan.
 
Kepala SDIT Insan Cendekia Jayapura, Darilatul Khoiriyah menuturkan, banjir yang membawa lumpur itu bahkan sampai menggenangi beberapa ruang kelas. Ketinggian muka air sekira setengah meter. Ini terlihat dari tanda bekas genangan air plus lumpur di dinding sekolah.
 
"Ahad (17/3) pagi kami beserta guru lain dan wali murid langsung membersihkan bangunan sekolah agar hari Seninnya sudah bisa digunakan untuk anak-anak belajar," ujar dia.
 
Namun, malangnya, Ahad sore banjir bandang kembali melanda sekolah. Banjir kali ini, menurut Darilatul, lebih parah ketimbang Sabtu (16/3) malam. Hingga akhirnya pihak sekolah memutuskan untuk meliburkan proses pembelajaran hingga waktu yang belum bisa ditentukan.
 
Bangunan sekolah yang berada di bawah Yayasan Insan Cendekia Jayapura itu pun baru bisa dibersihkan pada Selasa (19/3). Proses pemulihan ini melibatkan tak hanya guru, wali murid dan pihak yayasan tetapi juga relawan-relawan muda. Lumpur bekas banjir ini dipulihkan secara bertahap.
 
Hari ini pun pemulihan masih dikerjakan dengan melibatkan relawan BTB termasuk relawan muda mereka. Proses pemulihan yakni dengan menyiapkan beberapa perangkat penyemprotan berupa selang, genset, dan pipa. Para anak muda itu dengan semangat yang menggebu-gebu menyambungkan pipa ke selang.
 
Agar terpasang erat, pipa dan selang itu diikat dengan karet bekas ban motor. Setelah siap, jenset dihidupkan untuk memompa air dari sumber yang berada tak jauh dari bangunan sekolah. Air kemudian disemprot ke bagian teras.
 
"Saya mengerjakan ini karena lillahi ta'ala, ikhlas. Sesama manusia harus saling bantu," kata Mahmudah (20 tahun), relawan muda yang masih kuliah semester 2 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Portumbay, Jayapura.
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement