REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah simbol-simbol modernitas yang mengungkungnya, Dubai tak melupakan keberadaan oase-oase rohani yang menenteramkan jiwa. Oase itu salah satunya tampil dalam bentuk masjid.
Dubai, yang kini merupakan salah satu kota paling gemerlap di dunia, memiliki sejumlah masjid indah. Salah satunya adalah Masjid Al-Farooq Omar Ibn Khattab. Tak hanya indah, masjid ini pun menyandang status sebagai masjid terbesar di Dubai.
Al-Farooq juga menjadi masjid ketiga setelah Masjid Sheikh Zayed Bin Sultan al-Nahyan di Abu Dhabi dan Masjid Jumeirah, Dubai, yang membuka pintunya lebar-lebar bagi non-Muslim.
Mampu menampung sekitar 2.000 jamaah, masjid ini tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai pusat kajian Islam. Perpustakaan di masjid mengoleksi sekitar 4.000 judul buku keagamaan, baik agama Islam maupun agama lain.
Masjid yang berdiri megah di kawasan Al-Safa, Dubai, ini mulai dibangun pada 1988, kemudian diperluas pada 2003. Selang delapan tahun kemudian, atau tepatnya 2011, masjid ini dibangun ulang dan akhirnya diresmikan pada Juli tahun lalu.
Masjid yang berdiri di atas lahan seluas 8.700 meter persegi ini didesain oleh Mohammed al-Shaikh Moubarak Architects, dibangun oleh Teem Construction, dan interiornya dikerjakan oleh Kazoo Company.
Sepintas, bentuk fisik masjid ini mirip dengan Masjid Sultan Ahmed atau Masjid Biru di Istanbul, Turki. Dan memang, menurut para perancangnya, desain masjid ini memang diilhami oleh Masjid Biru yang dibangun pada abad ke-17. Mengusung gaya arsitektur Turki Utsmani, masjid ini dibangun atas biaya dari seorang pengusaha bernama Khalaf al-Habtoor.