REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Seluruh warga Makkah menggelari Muhammad SAW sebagai al-Amin, artinya 'orang yang dapat dipercaya'. Sebab, beliau tidak pernah satu kali pun mengatakan kebohongan. Selain itu, sifatnya sangat berintegritas, amanah, dan cerdas.
Sifat-sifat mulia itulah yang mendorong Nabi SAW untuk bisa menemukan solusi cerdas yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Kecenderungan itu sudah nyata bahkan sebelum beliau menerima risalah kenabian dari Allah SWT.
Saat Nabi SAW berusia 35 tahun, orang-orang Quraisy di Makkah hendak merenovasi Ka'bah. Sebab, bangunan suci itu terkena dampak bencana banjir sehingga perlu perbaikan segera.
Tugas pun dibag-bagi. Kabilah Abdi Manaf dan Bani Zuhrah mengerjakan renovasi pintu-pintu Masjid al-Haram. Kabilah Mahzum dan rekan-rekan membetulkan Ruknul Aswad dan Ruknul Yamani. Suku Jumah dan Saham menggarap pemugaran bagian belakang Ka'bah. Bagian samping Hijir dikerjakan Bani Abdul Dar bin Qushay, Bani Asan bin Uzza bin Qushay, dan Bani Adi.
Nabi Muhammad SAW sendiri membantu pamannya, Abbas, untuk mengangkut batu-batu dan sebagainya.
Proyek ini hampir rampung. Hanya satu saja yang belum dilakukan, yakni meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempat semula. Benih-benih konflik pun mulai muncul.
Sebab, setiap kabilah ingin menjadi yang mengangkat batu mulia itu. Hampir saja perang berkecamuk di antara mereka.
Bani Abdul Dar bahkan sudah menyediakan sebuah bejana yang berisi darah. Mereka lantas bersekutu dengan Bani Adi agar memerangi siapapun yang hendak mengangkat Hajar Aswad tanpa persetujuan kedua kabilah ini
Keadaan genting terus ada hingga lima malam berikutnya. Maka salah seorang warga sepuh dari kaum Quraisy mengusulkan agar dicari jalan tengah. Dia meminta ada seseorang yang bersedia menjadi hakim.
Maka semua kabilah menyepakati undian, siapa saja yang pertama kali masuk melewati pintu Masjid al-Haram, maka dialah yang berhak menjadi penengah.
Betapa gembiranya mereka ketika melihat, yang pertama kali masuk lewat pintu itu adalah Muhammad SAW. "Ini dia, sang al-Amin! Kami ridha atas keputusannya!" seru mereka.
Setelah mengetahui duduk perkaranya, Muhammad SAW pun berkata, "Berikanlah kepadaku selembar kain yang lebar."
Setelah kain yang dimaksud ada di hadapannya, maka beliau membentangkannya dan meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu.
"Mari setiap kabilah mengirimkan satu orang perwakilannya. Maka tiap-tiap mereka memegang ujung kain ini. Lalu angkatlah Hajar Aswad ini bersama-sama," ujar Muhammad SAW.
Dengan serentak, mereka melaksanakan instruksi al-Amin. Sesasmpainya di tujuan, mereka meletakkan kain itu di atas tanah. Dengan tangannya, Muhammad SAW lantas mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya pada tempat semula.
Demikianlah, potensi peperangan dapat diatasi. Semua kabilah merasa senang dengan solusi sang al-Amin. Sebab, masing-masing merasa dihargai dan ternyata bisa saling berkolaborasi secara rata.