REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Moro mendiami wilayah selatan Filipina, khususnya Pulau Mindanao, kepulauan Sulu, Palawan dan Basilan. Mereka umumnya memeluk Islam. Bangsa Moro terdiri atas 13 suku etno-religius yang disatukan kesamaan agama.
Sebutan Moro awalnya dipakai orang-orang Spanyol untuk merujuk pada kaum Muslimin yang menghuni wilayah selatan Filipina. Moro diambil dari kata Moor yang berarti 'orang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan pembunuh.' Dengan demikian, ada perspektif orientalisme di balik penamaan itu. Bangsa Spanyol memandang orang-orang Islam di Filipina sebagai "orang lain" yang berbahaya.
Alasan orang-orang dari Eropa itu tidak lepas dari sejarah Spanyol yang sempat di bawah pemerintahan raja-raja Muslim. Saat itu, wilayah tersebut dinamakan sebagai al-Andalus atau Andalusia. Orang-orang Islam yang berasal dari Andalusia disebut Moor pada abad pertengahan.
Semasa diperintah para sultan Muslim, kaum Kristen setempat menanti-nanti runtuhnya kedaulatan Islam di Andalusia. Bahkan, kaum Muslim dianggapnya sebagai musuh bebuyutan. Hingga akhir abad ke-15, kekuatan umat Islam kian melemah. Satu-satunya kedaulatan Muslim yang tersisa di Andalusia hanya Granada.
Keadaannya berbalik: kini raja-raja Kristen berkuasa. Orang Kristen Spanyol pun menamakan pemeluk Islam dengan sebutan sinis: moor. Kebiasaan itu juga diterapkan pada kaum Muslimin di negeri-negeri luar, termasuk Filipina. Siapa saja yang menolak kolonialisme Spanyol, dijulukinya bangsa Moor atau Moro. Periode penjajahan Spanyol atas Filipina berlangsung terutama antara tahun 1521 dan 1898.
Sebelum lebih jauh membahas bangsa Moro, perlu dipaparkan tentang asal mula dakwah Islam di Filipina. Kehadiran agama ini di Filipina berkaitan dengan konteks Nusantara pada umumnya.
Sejarah mencatat, Islam masuk ke Nusantara secara masif pada abad ke-13. Adapun di Filipina, para pendakwah agama ini menyebar menjadi kekuatan politik, sehingga terbentuklah kesultanan-kesultanan Islam.
Syarif Abu Bakar merupakan raja pertama di Kesultanan Islam Sulu. Sementara itu, Syarif Kabungsuwan menjadi penguasa Muslim di Mindanao. Sejak saat itu, Islam terus diterima secara luas oleh masyarakat Filipina Selatan. Dengan kata lain, Islam berkembang di Filipina tidak lama setelah menyebar di dunia Melayu.