Rabu 06 Mar 2019 15:30 WIB

Khatib di Masa Pra-Islam

Khatib merupakan penyambung lidah sukunya dalam masalah kemasyarakatan.

Gurun pasir.
Foto: Wordpress.com
Gurun pasir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Dalam pengertian umum, khatib merupakan sebutan untuk orang-orang yang berpidato. Dalam pengertian khusus adalah sebutan untuk orang yang khutbah pada saat shalat Jumat dan shalat Id. Kata khatibselain dipakai jabatan, dipakai pula sebagai gelar seseorang.

Pada masa pra-Islam, khatib mempunyai kedudukan tingggi di kalangan masyarakat Arab. Pada masa itu banyak khatib yang mampu menciptakan prosa bersajak (an-nasr al-masju') secara alami, sehingga kehadiran khatib di kalangan mereka sama dengan penyair yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat.

Khatib merupakan penyambung lidah sukunya dalam masalah kemasyarakatan. Sebagai delegasi suku, khatib bertugas mengupayakan perdamaian antar suku yang saling berselisih. Ia memberi penerangan masalah keagamaan kepada masyarakat.  Khatib juga bertugas membangkitkan semangat perang melawan suku-suku lain jika upaya perdamaian gagal.

Khatib umumnya berasal dari kalangan orang-orang yang berpengaruh atau cedikiawan yang menguasai sejarah bangsa Arab. Mereka berpidato di tempat-tempat parayaan atau pertemuan. Kemampuan berpidato berkaitan erat dengan kepemimpinan. Seorang khatib tidak akan memperoleh wibawa jika tidak dapat berpidato dengan baik dan benar dan harus mampu menyentuh hati pendengarnya.

Tradisi masyarakat Arab pra-Islam mengharuskan khatib berpidato di atas gundukan tanah atau di atas kendaraan tunggangan. Cara ini dilakukan agar suara khatib menembus jauh dan raut muka serta gerak anggota badannya terlihat oleh pendengar. Khatib biasanya memegang tongkat, tombak atau busur yang sewaktu-waktu diacungkan.  Khatib berpidato menggunakan kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan singkat, padat, disertai penguasaan intonasi kata-kata yang stabil.

Kelak uslub (gaya bahasa) seperti ini menjadi ciri umum berpidato. Tidak jarang khatib mewarnai pidatonya dengan syair dan sajak-sajak. Di antara tokoh khatib masa pra-Islam adalah Qus bin Sa'idah al-Iyadi dan Aksam bin Saifi at-Tamimi. Pidato kedua khatib ini penuh dengan hikmah. Qus bin Sa'idah adalah seorang khatib Arab yang beragama tauhid dan beriman kepada hari kebangkitan. Dia adalah seorang khatib yang mengajak orang untuk meninggalkan praktek menyembah berhala dan menunjukkan jalan yang benar, yaitu mengabdi kepada Sang Pencipta. Dia juga khatib pertama yang memperkenalkan penggunaan kata amma ba'du (dan selanjutnya).

Sedangkan Aksam bin Saifi at-Tamimi adalah seorang khatib yang banyak mengetahui silsilah Arab dan banyak mencipta amsal (kata-kata hikmah). Ia adalah seorang khatib yang memiliki pola pikir lurus dengan hujah-hujah yang kuat. Oleh karena itu Nu'man menunjukkan sebagai pimpinan delegasi ke Kisra untuk membeberkan keutamaan dan kebaikan orang-orang Arab.

Pada masa Islam, upaya untuk meyakinkan kebenaran risalah dan menyebarkan nilai-nilai keislaman telah menciptakan iklim yang mendukung bagi munculnya khatib-khatib yang berkualitas dan memiliki wawasan yang luas untuk menyampaikan dua pusaka yang diwarisi Rasulullah SAW yaitu Alquran dan Sunnah. 

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement