REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Kurnianto
Allah Mahaadil terhadap manusia dan seluruh makhluk-Nya. Salah satu nama-Nya yang indah (Asmaul Husna) adalah al-'Adl (Mahaadil). Allah membalas amal saleh manusia dengan pahala dan ganjaran di akhirat tanpa dikurangi sedikit pun. Allah juga membalas amal buruk manusia dengan keburukan di dunia dan di akhirat tanpa dikurangi sedikit pun. Apa yang manusia lakukan, itu pula yang akan dia tuai di dunia dan di akhirat.
Sayangnya, manusia kerap tidak berbuat adil terhadap Allah. Kebaikan Allah dibalas dengan keburukan. Hal ini seperti yang Rasulullah sabdakan, "Allah berfirman, 'Hai anak Adam, kamu tidak adil terhadap-Ku. Aku mengasihimu dengan kenikmatan-kenikmatan, tetapi kamu membenci-Ku dengan berbuat maksiat. Kebajikan Aku turunkan kepadamu, tetapi kejahatan-kejahatanmu naik kepada-Ku. Selamanya malaikat yang mulia datang melapor tentang kamu setiap siang dan malam dengan amal-amalmu yang buruk. Akan tetapi, hai anak Adam, jika kamu mendengar perilakumu dari orang lain dan kamu tidak tahu siapa yang disifatkan, pasti kamu akan cepat membencinya'." (HR ar-Rafi'i dan ar-Rabi’).
Allah sudah begitu mengasihi dan menyayangi ma nusia dengan segala kenikmatan, karunia, dan ke baikan di dunia, tetapi manusia membalas kasih-Nya justru dengan perbuatan maksiat dan keburukan yang sejatinya merugikan dirinya sendiri, bahkan orang lain. Padahal, tidak terhitung kenikmatan yang manusia dapatkan dari Allah, baik itu kenikmatan yang sifatnya fisik maupun nonfisik, nyata terlihat maupun tak terlihat, disadari maupun tidak, seperti yang Allah firmankan, "Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya." (QS an-Nahl [16]: 18).
Udara segar yang manusia hirup, kesehatan yang mereka dapatkan, makanan yang mereka asupkan ke tubuh, minuman yang mereka teguk, anggota tubuh yang lengkap untuk beraktivitas, dan seterusnya, bukan disyukuri malah dimanfaatkan untuk hal-hal buruk.
Sementara kebaikan dan manfaat yang didapatkan bukannya dianggap sebagai balasan dari Allah dan karunia-Nya, melainkan dianggap dari usaha sendiri, tak ada peran orang lain, bahkan tak ada peran Allah yang sejatinya telah membantunya. Dalam Alquran, orang yang punya karakter seperti ini adalah Qarun, orang paling kaya pada masanya, tetapi sombong. Allah pun menenggelamkan seluruh hartanya ke dalam bumi.
Manusia sering kali tidak tahu diri dan balas budi terhadap Allah, padahal ia adalah makhluk-Nya dan tinggal di bumi-Nya serta menikmati apa yang ada di dalamnya. Manusia seperti inilah yang Allah sebut sebagai manusia yang menzalimi dirinya sendiri, sombong dan angkuh dengan kelebihan secuil yang dimiliki yang sejatinya berasal dari dan diberikan Allah sebagai ujian baginya. Merekalah manusia yang tak adil terhadap Allah. Mereka tidak adil terhadap diri sendiri, orang lain, apalagi adil terhadap Allah.
Rasulullah mengingatkan manusia untuk tahu diri dengan kebaikan yang Allah berikan kepadanya dalam bentuk membalas kebaikan itu dengan amal-amal kebaikan pula sehingga dengan demikian, manusia telah berbuat adil terhadap-Nya. Antarsesama manusia saja dianjurkan untuk membalas kebaikan dengan kebaikan yang setara, bahkan dianjurkan lebih baik, apalagi terhadap Allah. Allah memang tidak butuh amal manusia, tetapi manusialah yang membutuhkan Allah dengan amal salehnya. Sebesar apa pun perbuatan buruk manusia, itu tak akan mengurangi kebesaran Allah. Justru, dengan semakin banyak manusia berbuat buruk, semakin besar pula akibat buruk yang akan ia tanggung, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Wallahu a'lam.