Senin 04 Mar 2019 16:56 WIB

Mengapa Dinamakan Bulan Haram?

Dalam Islam, dikenal istilah bulan haram.

Rep: Karman Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Sistem penghitungan pada kalender hijriyah menggunakan perputaran bulan. (ilustrasi)
Sistem penghitungan pada kalender hijriyah menggunakan perputaran bulan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Dalam Islam, dikenal istilah bulan haram. Dinamakan demikian karena pada bulan tersebut Allah SWT melarang seluruh hamba-Nya berbuat dosa atau melakukan hal yang dinilai haram secara syariat Islam.

Menurut Al-Qodhi Abu Ya'la, ada dua alasan dan dua makna mengapa Allah SWT menamakannya bulan haram. Pertama, pada bulan itu diharamkan berbagai pembunuhan atau perbuatan keji lainnya.

Kedua, pada bulan itu pula diharamkan melakukan tindakan dan perbuatan haram. Perintah ini lebih ditekankan daripada bulan lainnya karena kemuliaan bulan tersebut. Sebaliknya, pada bulan haram, dianjurkan untuk lebih memperbanyak perbuatan baik dengan melakukan amalan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Terdapat sebuah ayat yang menerangkan perihal eksistensi bulan haram. Hal ini tertuang dalam surah at-Taubah ayat 36, yang berbunyi, "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya, sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."

Dalam ayat tersebut, Allah SWT telah menjelaskan pada kita bahwa bulan yang ada pada kehidupan manusia di dunia ini  berjumlah  12. Di antara 12 bulan tersebut, ada empat bulan yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai bulan-bulan haram.

Dalam kitab tafsir Ath-Thabari disebutkan terdapat empat bulan dalam bulan haram yang dimaksud ayat tersebut. Yakni Dzulkaidah, Dzulhijah, Muharram, dan Rajab.

Penafsiran tersebut sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis. "Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar), sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun ada 12 bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzulkaidah, Dzulhijah, dan Muharam. Kemudian Rajab yang berada di antara Jumadil (Akhir) dan Syaban." (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, keempat bulan itu diyakini sangat diagungkan oleh bangsa Arab. Bahkan, mereka mengharamkan diri mereka sendiri untuk berperang di bulan-bulan tersebut sebagai bentuk atau simbol penghormatan mereka.

Menurut Ibnu Abbas, Allah SWT memang mengkhususkan empat bulan sebagai bulan haram (bulan yang dimuliakan). Sebab, jika berbuat dosa pada bulan-bulan tersebut, dosanya akan lebih besar dibandingkan bulan yang lain. Begitu juga sebaliknya, bila berbuat amal saleh, ganjaran kebaikan akan diperoleh dengan pahala yang berlipat-lipat. (Latho-if Al Ma'arif, 207)

Poin tersebut menjadi keutamaan bulan haram, yakni dilipatgandakan ganjaran bagi seorang Muslim yang mengerjakan amal saleh. Sehingga dia akan senantiasa berada di tengah-tengah amalan.

Adapun amalan utama yang biasa dilakukan pada bulan haram, misalnya. Pada 10 hari awal Dzulhijah, umat dianjurkan untuk melakukan amalan sebanyak-banyaknya dan tidak terpaku pada sebuah amalan saja. Seperti, shalat, sedekah, membaca Alquran, dan amalan saleh lainnya.

Selain itu, pada bulan Muharam (Asy Syura), umat juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah. Seperti Rasulullah SAW pernah bersabda ketika ditanya oleh seorang sahabatnya tentang shalat, apakah yang lebih utama setelah shalat fardu? Rasulullah menjawab, shalat qiyamulail. Kemudian, sang sahabat bertanya lagi, puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadan? Rasulullah menjawab puasa pada bulan Allah yang diberi nama Muharram.

Sedangkan Dzulkaidah, masyarakat Arab sangat menghormati bulan ini. Di zaman jahiliyah, Dzulkaidah  merupakan waktu yang tepat untk berdagang dan memamerkan syair-syair mereka.

Mereka mengadakan pasar-pasar tertentu untuk menggelar pertunjukan pamer syair, pamer kehormatan suku dan golongan, sambil berdagang di sekitar Makkah. Selanjutnya, mereka melaksanakan ibadah haji.

Sedangkan Rajab, walaupun masuk bulan haram (suci), tidak ada kelebihan yang menonjol padanya. Kendati berpuasa pada bulan tersebut, masih samar keutamaan amalannya.

Seperti Ibnu Hajar berkata, tidak ada hadis sahih yang dipakai sebagai alasan mengenai keutamaan bulan Rajab dan keutamaan berpuasa padanya. Tidak pula mengenai kelebihan berpuasa pada hari-hari tertentu di dalamnya atau berjaga-jaga (shalat) pada malam harinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement