REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Artinya adalah bacaan atau pembacaan Alquran. Dalam ilmu qiraah, pembacaan Alquran itu ada bermacam-macam lajnah (bunyi suara atau bacaan). Hal ini karena sahabat Nabi SAW yang menerima bacaan Alquran terdiri dari beberapa golongan dan setiap golongan memiliki lajnah masing-masing, dan juga konsekuensi dari kebiasaan membaca Alquran yang lebih dari satu macam bacaan.
Namun, Ibnu Mujahid, seorang ulama qiraah dari Baghdad, meneliti bacaan yang ada menyimpulkan bahwa ada tujuh macam bacaan yang dapat diterima. Ketujuh macam bacaan ini dipelopori oleh tujuh imam, yaitu Abdullah bin Amir asy-syami, Ibnu Kasir al-Makki, Asim al-Kufi, Abu Amr al-Basari, Nafi'al-Madani, Hamzah az-Zaiyat, dan Abul Hasan Ali al-Kufi.
Setiap orang Muslim yakin bahwa membaca Alquran termasuk amal yang mulia dan akan mendapat pahala berlipat ganda. Alquran adalah sebaik-baiknya bacaan bagi orang Muslim. Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW, ''Sebaik-baik di antara kamu, orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.'' (HR at-Tarmizi dari Ustman bin Affan)
Membaca Alquran itu bukan saja menjadi amal ibadah. Akan tetapi dapat juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.
Menurut ajaran Islam, membaca dan mendengarkan Alquran merupakan ibadah dan amal yang mendatangkan pahala dan rahmat. Anjuran untuk mendengarkan bacaan Alquran disebutkan dalam surah al-A'raf aayat 204, yang artinya, ''Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat.''
Sebagian ulama mengatakan bahwa mendengarkan orang membaca Alquran, pahalanya sama saja dengan orang yang membacanya. Rasulullah SAW bersabda, ''Terangilah rumah-rumah kalian dengan shalat dan membaca Alquran.'' (HR al-Baihaki dari Anas RA)
Alquran sebagai kitab suci dan wahyu Ilahi, mempunyai tata cara bagi orang yang membacanya. Tata cara itu sudah diatur dengan baik untuk penghormatan dan keagungan Alquran. Setiap orang harus berpedoman pada tata cara tersebut.
Imam al Ghazali, pemikir, teolog, filosof, dan sufi termasyhur, di dalam kitabnya Ihya 'Ulum ad-Din (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), menjelaskan bagaimana adab membaca Alquran. Imam al Ghazali membaginya menjadi adab yang bersifat batin dan bersifat lahir.
Adab yang bersifat batin diperinci menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah SWT, menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas dan memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan begitu, kandungan Alquran yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya.
Sedangkan tentang adab lahir membaca Alquran, antara lain berwudhu lebih dulu sebelum membaca Alquran, membaca Alquran di tempat yang bersih, menghadap ke kiblat, membaca Alquran dengan mulut dalam keadaan bersih tidak berisi makanan, membaca ta'awud lebih dulu, membaca Alquran dengan tartil (pelan dan tenang), membaca Alquran dengan benar-benar meresapi maksudnya, dan membaca Alquran dengan suara yang bagus dan merdu.
disarikan dari buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.