Kamis 28 Feb 2019 22:58 WIB

Haedar Nashir-Cak Nun Bicara Peran Islam dalam Perdamaian

Islam menekankan nilai tadabur dan tidak sekadar tafsir.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Orwil DIY menggandeng Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar dialog kebangsaan Islam, Kebangsaan dan Perdamaian. Hadir Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun).

Membuka sesi, Cak Nun menilai, sulit berdamai di tengah-tengah era globalisasi yang menekankan kompetensi. Padahal, dalam Islam, yang ada merupakan asas manfaat yang tidak mengharuskan orang berlomba saling mengungguli.

Baca Juga

Selain itu, ia mengingatkan, Islam menekankan nilai tadabur dan tidak sekadar tafsir. Artinya, tidak peduli kita dianggap sebagai orang pintar atau tidak, yang penting setelah bersentuhan Alquran sebagai pedoman bisa membuat kita menjadi orang yang baik.

"Sehingga, keluarnya rahmatan lil ‘alamin bukan lin naas, rahmatan li anfusihim, jadi penjajahan sekarang bukan teritorial tapi secara moral, budaya, dan lain lain," kata Cak Nun di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, Kamis (28/2).

Sedangkan, Haedar Nashir menangkap ada kekerdilan dalam cara memahami bangsa hari ini. Misalkan, cinta Indonesia yang kerap dikonstruksikan menggunakan tafsirnya sendiri, bahkan dipakai untuk memukul pihak lain.

Bagi Haedar, kekerdilan cara mengkonstruksi itu terjadi pula kepada Islam yang muncul sebagai identitas. Padahal, ia sendiri berpendapat, identitas seperti organisasi cuma merupakan wasilah menuju tujuan yang lebih mulia.

"Islam yang rahmatan lil 'alamin, yang membangun peradaban akhlak mulia, narasi itu hari ini muncul tapi kehilangan makna yang substantif," ujar Haedar.

Selain itu, ia turut melihat, kekerdilan cara mengkonstruksi muncul pula dalam kehidupan masyarakat. Terlebih, kita seakan didorong selalu melihat sesuatu lewat konstruksi survei yang bisa saja menjadi sesat pikir.

Untuk itu, Rektor UII, Fathul Wahid mengingatkan, seorang Muslim penting terus menebarkan benih perdamaian. Terlebih, nilai-nilai Islam sendiri memang begitu mendalami konsep perdamaian.

Islam, lanjut Fathul, tidak berkontribusi maupun berkorelasi terhadap konflik. Fathul menegaskan, Islam yang menjadi jembatan kesejukan dunia barat dan dunia timur, justru senantiasa memuliakan perdamaian.

"Mozaik yang indah justru tersusun dari warna yang beragam, mari bersama-sama lantangkan pesan perdamaian Islam," ujar Fathul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement