REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara bentuk abuse of power adalah melindungi koruptor sehingga pelaku kejahatan itu tidak terdeteksi penegak hukum.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dan at-Tabrani, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menyembunyikan koruptor (pelaku ghulul), maka dia sama dengannya.”
Melindungi koruptor termasuk perbuatan korupsi. Cara-cara perlindungan itu bisa dengan memanipulasi hukum, sehingga si pelaku bebas dari hukuman atau dihukum lebih ringan daripada yang semestinya.
Penegakan hukum memang tidak boleh tebang-pilih. Ada suatu kisah yang memuat hikmah tentang hal itu.
Setelah Kota Makkah berhasil dibebaskan dari rezim penyembah berhala, Rasulullah SAW dapat leluasa menegakkan hukum Islam di sana. Suatu ketika, seorang perempuan dari Bani Makzhum tertangkap basah sedang mencuri.
Para tokoh kabilah tersebut kemudian saling bersepakat mendampingi si pencuri itu demi kehormatan suku. Memang, Bani Makzhum termasuk tiga kabilah yang paling kaya dan disegani di Makkah.
Tokoh-tokoh itu lalu mendatangi Usamah bin Zaid. Tujuannya agar sahabat Rasulullah SAW itu memperantarai mereka kepada Nabi SAW. Harapannya, hal itu dapat meringankan hukuman atas perempuan tersebut.
Usamah pun menghadap kepada Nabi SAW. Sesudah mendengarkan penuturan sahabatnya itu, beliau SAW pun naik ke atas mimbar untuk berpidato.
Usai mengucapkan hamdalah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan kepada khalayak, “Sesungguhnya kebinasaan orang sebelum kalian adalah akibat mereka tidak mau menindak tegas kalangan terhormat di antara mereka yang mencuri, tetapi langsung menghukum orang lemah yang mencuri. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-Nya, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.”
Perempuan pencuri tadi pun dihukum sebagaimana mestinya. Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari tersebut jelas-jelas menekankan aspek keadilan dalam penegakan hukum.
Tidak boleh hukum bagaikan pedang yang tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Bila hal buruk itu terus dipelihara, maka masyarakat yang bersangkutan akan semakin permisif. Para pelaku kejahatan di antara mereka pun akan merasa aman-aman saja selama bisa “bernaung” di bawah nama besar penguasa.