REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bahasa Indonesia menyerap kata akhlak dari bahasa Arab, al-akhlaq. Secara kebahasaan, kata itu merupakan bentuk plural dari al-khuluq. Istilah itu digunakan untuk merujuk pada karakteristik dan tabiat dasar penciptaan manusia.
Ar-Ragib mengatakan, pada dasarnya, kata al-khalqu, al-khulqu, dan al-khuluqu memiliki makna yang sama. Namun, al-khalqu lebih dikhususkan untuk bentuk yang dapat dilacak pancaindra. Adapun al-khuluqu dikhususkan untuk kekuatan dan tabiat yang bisa ditangkap oleh mata hati.
Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur" (QS. Al-Qalam: 4).
Akhlak mulia di dalam ayat ini, sebagaimana dikemukakan Ath-Thabari, bermakna tata krama yang tinggi. Yaitu, tata krama Alquran yang telah Allah tanamkan di dalam jiwa Rasul-Nya.
Karena itu, ummul mukminin 'Aisyah pernah berkata, "Akhlak Rasulullah adalah Alquran."
Di samping itu, ada juga ulama yang berpendapat, akhlak Rasulullah SAW dikatakan terpuji karena beliau memiliki semua potensi budi pekerti yang baik. Hal ini tersirat dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia" (HR Bukhari dan Ahmad).
View this post on Instagram
Akhlak dan iman
Akhlak dapat dimaknai secara terminologinya terlebih dahulu. Al-Jahizh mengatakan, akhlak adalah jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, tanpa pertimbangan lama ataupun keinginan. Dalam beberapa kasus, akhlak ini sangat meresap hingga menjadi bagian dari watak dan karakter seseorang.
 
                     
                    




 
      
      