Kamis 14 Feb 2019 11:15 WIB

Umat Islam Diminta Jaga Penyebaran Hadis

Hadis mewujudkan peradaban Islam dan memori sosial dari umat Muslim.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Penulisan hadis (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com/a
Penulisan hadis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Para akademisi, cendekiawan dan intelektual membahas bagaimana hadis, perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW, dicatat dan diturunkan dari generasi ke generasi. Mereka berkumpul dalam sebuah simposium yang diadakan di distrik bersejarah di Istanbul, Turki, pada Rabu (13/2) waktu setempat. Acara bertajuk "hadis dan Ulama: Formasi dan Tantangannya" itu dihelat di Universitas Ibni Haldun di distrik Suleymaniye.

Saat pembukaan, rektor Universitas Ibni Haldun Recep Senturk menekankan pentingnya rantai penyebaran hadis yang terus berlanjut berabad-abad. Ia  meyakini bahwa hadis mewujudkan peradaban Islam dan memori sosial dari umat Muslim. Menurutnya, memori sosial ini telah disebarkan dari generasi ke generasi secara terus menerus melalui jaringan penyebaran hadis.

Senturk menyebut jaringan penyebaran hadis itu sebagai jaringan sosial yang terlama direkam atau dicatat. Menurutnya, umat Islam sangat berhati-hati dalam mencatat penyebaran hadis ini.

"Mengapa? Karena ada alasan agama untuk itu. Ada juga alasan hukum dan politik untuk itu. Tidak ada jaringan lain seperti ini yang tercatat di dunia," kata Senturk, dilansir di Anadolu Agency, Kamis (14/2).

Senturk juga berbicara tentang dua disiplin ilmu utama, yaitu Usul al-hadis dan Usul al-Fiqih, yang digunakan dalam evaluasi hadis. Menurutnya, Usul al-Hadits dan Usul al-Fiqh, salah satunya adalah tentang penyebaran yang dapat diandalkan dan yang lainnya adalah pemahaman yang tepat dan mempraktikkan hadis. Dalam pidatonya, Senturk juga menyebut para ulama hadis sebagai orang yang paling krits dalam sejarah intelektual Islam.

"Karena mereka secara kritis menganalisis rantai penyebaran dan secara kritis menafsirkan makna hadis sebelum mempraktikkannya," ujarnya.

Di sela-sela pertemuan itu, Senturk juga mengatakan tidak ada hadits yang bertentangan dengan Alquran. Ia merujuk pada beberapa diskusi yang mengklaim bahwa beberapa hadits bertentangan dengan kitab suci umat Islam tersebut.

Ia menambahkan, tidak ada yang bisa mengatakan suatu hadits itu lemah atau dibuat-buat. Pasalnya, ada banyak kitab atau buku yang akan menghilangkan kebingungan tersebut.

"Ketika sebuah hadits dianalisis secara mendalam, akan dengan jelas terungkap bahwa itu tidak bertentangan dengan Alquran. Beberapa perselisihan berasal dari ketidaktahuan, tidak mengetahui metodologi, distorsi oleh beberapa orang," kata Senturk.

Pembicara lainnya dalam simposium tersebut, Teruaki Moriyama, berbicara tentang bagaimana para ulama hadis di abad pertengahan, yang menyebut diri mereka 'Ashab al-hadis' menyusun dan menggunakan sejarah lokal biografis. Moriyama merupakan seorang profesor di Sekolah Teologi di Universitas Doshisha yang berbasis di Kyoto, Jepang.

Moriyama berada di Istanbul sebagai bagian dari program pertukaran akademik dengan Aliansi Peradaban Institute (MEDIT) Universitas Ibni Haldun. Ia berperan sebagai peneliti tamu. Ia mengatakan, para ulama hadis dihubungkan dengan garis keilmuan dari Khorasan di abad ke-10, wilayah bersejarah yang terletak di timur laut Persia Raya, termasuk bagian dari Asia Tengah dan Afghanistan.

"Para ulama ini memainkan peran penting dalam pengembangan studi hadis dan penyebaran Sunnah dan masyarakat Muslim abad pertengahan," kata Moriyama.

Namun begitu, dia mengatakan diskusi tentang keaslian hadits masih berlangsung. Ia mencatat diskusi itu sebagai salah satu subjek paling kritis dalam hal ini.

Moriyama mengatakan, beberapa hadits ada yang inovatif dan dibuat-buat. Pada saat yang sama, beberapa hadits secara menyeluruh dikaitkan dengan Nabi Muhammad.

"Mereka (ulama) mencoba membedakan hadits otentik dan hadis palsu. Ini adalah tujuan utama para ulama hadits dan praktik akademik," lanjutnya.

Hingga saat ini, Moriyama mengatakan pembicaraan semacam itu tentang keaslian hadis terus berlanjut. Ia lantas menegaskan, bahwa hadits yang otentik (asli) tidak bertentangan dengan Alquran.

"Ada beberapa kontradiksi kecil antara hadits dan Al-quran. Namun, hadits otentik tidak bertentangan dengan Alquran. Para ulama hadits menolak hadits semacam itu yang menyingkatkan/memendekkan Alquran," kata Moriyama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement