REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “.... Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis tersebut senada dengan firman Allah, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mung kar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).” (al-Ankabut: 45)
Kualitas hati menentukan baik-buruk diri seseorang. Dan shalat menghindarkan seseorang dari hal-hal keji dan mungkar, yang merupakan perwujudan keburukan hati. Shalat adalah amalan yang memengaruhi kualitas hati dan menyembuhkannya dari penyakit yang tidak membaikkannya.
Muhammad Bahnasi (2010) dalam Shalat Bersama Nabi SAW mengatakan, shalat adalah alternatif relaksasi yang efektif. Menurutnya, shalat adalah di antara hal yang dapat menyempurnakan tidur. Shalat adalah kebiasaan paling baik yang sampai sekarang diakui mampu menenangkan urat-urat saraf dan memberikan ketente ram an pada jiwa.
Bahkan, shalat tak hanya menyembuhkan penyakit hati. Seperti diriwayatkan, suatu hari Abu Hurairah sakit perut, lalu Nabi SAW bersabda, “Bangkit dan shalatlah, karena sesungguhnya ada peng obatan dalam shalat.” Hasil peneli tian Herbert Benson, ahli penyakit dalam dari Universitas Harvard, menunjukkan bahwa respons relaksasi bermanfaat bagi penyembuhan penyakit dan pe ning katan kesehatan. Ia mengata kan, respons relaksasi dapat di ra sakan pada saat shalat (dikutip Mohammad Ali Toha Assegaf [2009] dalam 365 Tips Sehat Ala Rasulullah). Singkatnya, shalat adalah perlindungan dari berbagai penyakit yang bisa menye rang tubuh.
Seorang profesor dari Fakultas Kedokteran Universitas Ain Syams, Dr Muhammad Zaki Suwaidan, membuktikan hal itu. Ia menulis sebuah karya ilmiah yang didasar kan pada penelitiannya tentang shalat. Sebagai kesimpulan, ia mengatakan bahwa shalat dipercaya sebagai upaya perlindungan paling efektif dari berbagai penyakit pencernaan dan penyakit kronis lainnya. Shalat juga merupakan metode paling baik untuk menjaga kesehatan.
Sementara Sabil el-Ma’rufie (2009) dalam Energi Shalat: Bangkitkan Potensi Suksesmu Melalui Shalat Lima Waktu membuat kesimpulan dari sejumlah pendapat mengenai efek psikologis shalat. Pertama adalah aspek relaksasi otot, yang terjadi melalui kontraksi otot, pijatan, dan tekanan pada bagian tubuh tertentu saat mela kukan gerakan shalat. Kedua, relaksasi kesadaran indera.
Dalam hal ini, saat shalat seorang hamba memosisikan dirinya seolah ber hadapan dengan Allah tanpa perantara. Ketiga adalah aspek medi tasi. Selanjutnya adalah aspek autosugesti (membimbing melalui pengulangan suatu rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri sendiri yang menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan) dan aspek katarsis (karena di dalam shalat ada pengaduan dan penya luran).
Dikatakan oleh Sabil el-Ma’rufie, shalat itu sehat, untuk jasmani maupun rohani. Lebih dari itu, ia adalah penolong. Allah mempertegas semua itu dengan firmannya, “Dan mintalah pertolongan (ke pada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (QS: al-Baqarah 45).