REPUBLIKA.CO.ID, PANAMA CITY -- Seorang pensiunan jurnalis Kanada sekaligus pegawai negeri sipil dan hakim pengungsi, Mohammed Azhar Ali Khan, menceritakan kisahnya saat berkunjung ke Panama, negara di Amerika Tengah.
Saat ia mengunjungi sebuah masjid di Panama City, ibukota Panama, ia diberitahu bahwa jumlah Muslim di negara itu sekitar 25.000 jiwa. Sebagian besar datang dari luar negeri. Namun, beberapa warga Panama juga memeluk Islam.
Muslim membentuk kurang dari satu persen dari sekitar empat juta orang di Panama. Akan tetapi, kata Ali, mereka menikmati kedamaian dan penerimaan di salah satu negara paling toleran di dunia itu. Dari tempat asalnya di Ottawa, Ali menempuh perjalanan selama lima jam ke Panama.
Saat di pesawat, Ali menuturkan ia bertemu dengan seorang warga Kanada yang memiliki rumah di Panama dan sering tinggal di sana. Ia lantas menyebutkan kehidupan Panama dari mulai rendahnya tingkat kejahatan, orang-orang yang ramah, pemerintahan yang menyambut pengunjung, perawatan kesehatan yang sangat baik dan fasilitas modern. Banyak orang Kanada tinggal di sana atau berkunjung untuk waktu yang lama.
Pemerintah Panama memprakarsai Program Pensiun pada 1987. Hal itu memungkinkan pensiunan asing untuk tinggal di Panama tanpa batas waktu dan juga menikmati banyak diskon.
Mengingat cuacanya yang indah (kecuali di musim hujan), peraturan yang rileks, dan orang-orang yang ramah, Ali mengaku mereka akan lebih sering pergi ke Panama. Akan tetapi, karena kesibukan dan banyak kerabat serta teman hanya memungkinkan mereka pergi ke luar negeri untuk waktu yang singkat.
Terpisah dari pariwisata, Terusan Panama, yang menghasilkan lebih dari 1.650 juta dolar pada 2017, memberikan pemasukan berkelanjutan bagi negara berpenduduk empat juta orang tersebut. Menurut Ali, Panama juga menikmati hubungan baik dengan tetangganya dan tidak harus mempertahankan pasukan bersenjata yang besar. Karena itu, mereka mampu membangun jalan yang sangat baik, jembatan, taman, arena olahraga dan kompleks perbelanjaan.
"Kita bisa minum air dari keran sementara di sebagian besar negara Amerika Selatan hanya air botolan yang aman. Di resor kami, orang-orang sangat membantu. Di kota dan di pusat-pusat budaya dan kompleks perbelanjaan, kami tidak merasakan bahaya," tutur Ali, seperti dilansir di Saudi Gazette, Kamis (24/1).
Akan tetapi, Ali menungkapkan masalah yang mereka hadapi di tempat-tempat seperti itu adalah kurangnya makanan halal. Namun tak perlu khawatir, ia mengatakan bahwa sayuran, makanan laut, pasta, dan buah-buahan tersedia dengan cukup.
"Resor kami memiliki fasilitas khusus untuk anak-anak dan orang dewasa," lanjutnya.
Advertisement