Ahad 16 Dec 2018 19:17 WIB

Catatan Ibnu Jubair Ihwal Baghdad: Megah tapi Rapuh

Rihlah Ibnu Jubair menjadi rujukan penting Barat dalam menggali dunia Timur

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Madrasah Mustanshriyah Baghdad peninggalan Dinasti Abbasiyah
Foto: davidmus.dk
Madrasah Mustanshriyah Baghdad peninggalan Dinasti Abbasiyah

REPUBLIKA.CO.ID, Rihlah Ibnu Jubair  merupakan salah satu catatan petualangan paling terkenal. Ibnu Jubair sendiri dikenal sebagai musafir legendaris di Andalusia. Nama lengkapnya Abu al-Husain bin Muhammad bin Ahmad bin Jubair al-Kinani.

Ibnu Jubair dilahirkan pada 1145 M di Taifa Valencia, Andalusia dan seorang keturunan Arab. Melalui puisi Arab yang dipelajarinya sejak kecil, penyair Muslim ini sangat terpesona dengan gurun dan cerita perjalanan rombongan peziarah. 

Ketika meninggalkan Granada pada 15 Februari 1183, Ibnu Jubair berusia 38 tahun. Dia terlebih dahulu pergi ke Ceuta di Afrika Utara untuk berangkat ke Alexandria dengan naik perahu. Saat mencapai Kairo, Mesir, hal pertama yang dilakukannya adalah berdiri di hadapan makam sahabat Nabi Muhammad SAW. 

Selanjutnya, Ibnu Jubair menaiki perahu melalui sungai Nil menuju ke kota Qus, sebuah kota di Qena Governorate modern, Mesir. Kemudian, dia menunggangi unta untuk pergi ke pelabuhan Laut Merah di Kota 'Aydhab, dekat perbatasan Mesir-Sudan. Dari sana, dia berlayar lagi melintasi Laut Merah ke Jeddah. Pada bulan Agustus dia pun tiba di Makkah.

Dalam perjalanan pulang, Ibnu Jubair bergabung dengan kafilah peziarah yang berhenti di Madinah. Dia bersama rombongan melintasi gurun Hijaz dan Najd ke arah Baghdad, menuju timur dan utara. Di sana, di ibu kota Abbasiyah, dia memuji udara dan airnya. Namun, dia tidak suka dengan kesombongan orang-orangnya.

"Orang asing mereka benci dan mereka menunjukkan cemoohan dan jijik kepada bawahan mereka, sementara kisah-kisah tentang orang lain mereka remehkan," ujar Ibnu Jubair seperti dikutip dalam artikel yang ditulis Daniel Grammatico dan Louis Warner di laman aramcoworld

Menurut ibnu Jubair, orang-orang Abbasiyah seakan-akan menganggap Tuhan bukan pemilik tanah dan menganggap orang lain tidak akan pernah menyelamatkannya. 

"Seolah-olah mereka diyakinkan bahwa Tuhan tidak memiliki tanah atau orang lain yang menyelamatkannya," kata Ibnu Jubair.

Pada suatu waktu, Ibnu Jubair tampaknya hampir sedih dengan keadaan orang-orangnya sendiri. Karena, Khalifah Abbasiyah, Al-Nasir, yang memerintah selama kunjungan Ibnu Jubair di Baghdad meninggal di usia 35 tahun. Kemudiam, daerah itu dihancurkan invasi Mongol pada 1258 M. 

Ibnu Jubair tidak banyak berkomentar tentang kota atau kemerdekaan Baghdad. 

Dia hanya bercerita tentang masa keemasan di bawah Khalifah Harun al-Rashid empat abad sebelumnya. 

"Sebagian besar jejaknya telah hilang, hanya menyisakan nama yang terkenal," kata Ibnu Jubair.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement