REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA – Pemerintah Australia akan mengajukan Undang-Undang (UU) Diskriminasi Agama atau Religious Discrimination Act tahun depan.
Australia juga akan menunjukan seorang komisioner baru untuk bertindak sebagai pengawas isu-isu kebebasan beragama.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, UU Diskriminasi Agama diperlukan untuk menunjang kebebasan beragama di negaranya.
"Australia adalah tempat di mana diskriminasi atas dasar identitas seseorang, termasuk identitas agama mereka, tidak dapat diterima," kata Morrison melalui keterangan pers yang dirilis kantornya pada Kamis (13/12).
"Ini juga merupakan tempat di mana kami menghormati hak lembaga agama untuk mempertahankan etos keagamaan khas mereka. UU kami harus mencerminkan nilai-nilai ini," ujar Morrison.
Diumumkannya pengajuan UU Diskriminasi Agama dilakukan setelah mantan politikus liberal Australia Philip Ruddock melakukan tinjauan atas kebebasan beragama di negaranya.
Hal itu juga dikaitkan dengan kemarahan Morrison kepada beberapa kelompok agama yang mendukung penghapusan aturan yang memberi wewenang kepada sekolah untuk mengusir siswa gay atas dasar agama.
Pemerintah telah merujuk masalah tersebut ke Komisi Reformasi Hukum Australia. Mereka akan melakukan penyelidikan dan membuat laporannya tahun depan.
Kelompok konservatif di Australia telah menyoroti kasus-kasus kebebasan beragama di AS dan Inggris. Kasus-kasus itu dijadikan bahan dalam argumen mereka untuk memajukan pentingnya perlindungan terhadap keyakinan agama.
Salah satu kasus yang diangkat adalah tentang seorang tukang roti yang menolak membuat kue pengantin untuk pasangan gay di Colorado. Mahkamah Agung AS kemudian memutuskan bahwa tukang roti itu tidak melanggar UU antidiskriminasi.