Selasa 11 Dec 2018 19:41 WIB

Saudi Mantapkan Si 'Nenek Tua' Sebagai Kota Wisata Sejarah

Jeddah kembali didaftarkan Saudi ke UNESCO pada 2009.

Suasana festival di Kota Tua Jeddah, Kamis (20/9). Festival itu digelar terkait peringatan  Hari Nasional Arab Saudi yang akan jatuh pada 23 September nanti.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Suasana festival di Kota Tua Jeddah, Kamis (20/9). Festival itu digelar terkait peringatan Hari Nasional Arab Saudi yang akan jatuh pada 23 September nanti.

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH — Kementerian Kebudayaan Arab Saudi berencana mengubah kota tua Jeddah (yang dari bahasa Arab konon berasal dari kata Jaddah, nenek tua) menjadi museum terbuka. Mereka juga tertarik membuat rute pejalan kaki di seluruh area.

Dilansir di Arab News, kementerian mengumumkan sejumlah proyek pembangunan baru di daerah itu. Pembangunan itu diharapkan mampu menangani sejumlah permasalahan, termasuk penghilangan terowongan. Pembangunan itu bertujuan menghidupkan kembali pariwisata di daerah tersebut.

Pengubahan rute lalu lintas akan membuat bangunan bersejarah, masjid, dan pasar menjadi lebih menonjol dengan menciptakan ruang bersejarah. “Sehingga, tidak ada gangguan terhadap pejalan kaki,” kata salah seorang pengawas area, Abdulaziz Al-Issa.

Dia mengatakan, daerah di sekitar lokasi yang dikenal sebagai Al-Balad akan mengalami renovasi kelas dunia. Tujuannya, melestarikan arsitektur yang berbeda di daerah itu. Sebab, UNESCO telah menetapkan daerah itu sebagai situs warisan dunia pada 2014.

Kawasan bersejarah Jeddah yang berasal dari abad ketujuh, adalah pusat kota antara 1970-an hingga 1980-an. Ketika ada ledakan minyak di negara itu, mendorong keluarga setempat yang telah tinggal di sana selama berabad-abad pindah ke utara kota. 

Mereka mencari kehidupan yang lebih makmur dan standar hidup modern. Beberapa keluarga yang pernah tinggal di daerah itu membiayai upaya pelestarian tersebut. Daerah itu juga dikenal sebagai "gerbang ke Makkah”.

Terkadang, upaya pelestarian terhambat oleh sempitnya lorong-lorong di antara rumah-rumah. Kondisi lingkungan tersebut juga yang menjadi salah satu alasan banyak keluarga bergegas pindah ke tempat yang lebih besar dan lebih modern. Sebagian besar dinding kuno yang mengelilingi kota dan pasar telah lama hilang karena kondisi cuaca buruk. 

Bangunan-bangunan tua, yang membanggakan pintu dan jendela ukiran tangan, membutuhkan penanganan khusus karena faktor kelembaban yang mengikis dinding.

Paradoksnya, pihak berwenang menetapkan tembok-tembok itu harus direnovasi hanya dengan lumpur Laut Merah dan batu karang untuk mempertahankan karakter bangunan yang berbeda.

Daerah itu dinominasikan oleh Komisi Saudi untuk Pariwisata dan Warisan Nasional untuk mendapatkan status UNESCO kembali pada 2009. Kota Jeddah mendirikan Lembaga Pelestarian Sejarah pada 1991. 

Sejak itu, pemerintah setempat mengganggarkan jutaan dolar Amerika Serikat (AS) untuk upaya renovasi.

Beberapa rumah masih dimiliki oleh keluarga paling terkenal di Jeddah. Pemerintah membeli dan memulihkan beberapa properti, termasuk Masjid Shafi yang terkenal dan rumah ayah pendiri Arab Saudi, Abdulaziz Al-Saud tinggal ketika mengunjungi kota pelabuhan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement