Kamis 06 Dec 2018 19:09 WIB

Pertanian di Padang Tandus Arabia

Bagaimanapun, di mana pun air berada, di sanalah pertanian mulai diintensifkan

Rep: c38/ Red: Agung Sasongko
kebun kurma
Foto: dok. Republika
kebun kurma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Jauh di luar daerah subur bulan sabit atau yang dikenal dengan fertile crescent yang meliputi wilayah Suriah, Turki, dan Irak utara, pertanian menjadi pertandingan abadi antara manusia dan alam. Pada sebagian besar Semenanjung Arabia, misalnya.

Di wilayah yang merupakan salah satu daerah paling kering di Bumi karena curah hujan yang kurang dan jika pun ada langsung menguap, kemajuan pertanian menjadi salah satu yang paling inovatif dan dramatis terjadi di sana.

Lebih dari satu juta mil persegi daerah Semenanjung Arabia tidak terdapat sungai dan bahkan bagian selatan semenanjung tertutupi oleh padang pasir terbesar di dunia, Rub al-Khali atau dikenal dengan “Empty Quarter”.

Sebelum akhirnya teknologi modern bisa mencapai jauh ke dalam bumi untuk mencari air, pertanian di sana terbatas pada daerah-daerah, tempat air ditemukan dekat permukaan atau dekat dengan mata air alami.

Bagaimanapun, di mana pun air berada, di sanalah pertanian mulai diintensifkan. Pertanian di Semenanjung Arabia dimulai pada abad ke-16 M di sekitar oasis al-Hasa, salah satu oasis tertua di dunia. Di oasis al-Hasa inilah 35 mata air muncul.

Untuk membantu petani, irigasi dan drainase di al-Hasa dibangun. Di sana pula tumbuh kurma yang paling terkenal selama berabad-abad. Sampai waktu tertentu, kurma kemudian menjadi makanan penting di seluruh Semenanjung Arabia.

Pertanian kuno Semenanjung Arabia juga menanam alfalfa. Alfalfa (Medicago sativa l), yakni tumbuhan dari keluarga kacang polong (fabaceae). Tumbuhan jenis legum hijau abadi (evergreen) ini umumnya berumur empat hingga delapan tahun, bahkan bisa hidup lebih dari 20 tahun, bergantung pada varietas dan iklim.

Alfalfa dapat mencapai ketinggian satu meter dan memiliki sistem perakaran yang dalam, menghujam sampai lebih dari 15 meter. Hal ini membuatnya sangat tangguh, terutama terhadap kekeringan.

Alfalfa dalam bahasa Arab berarti ''ayah dari segala makanan.'' Alfalfa digunakan sebagai suplemen gizi dan tonik umum. Selain alfalfa, petani Semenanjung Arabia kuno juga menanam gandum, barley, sorgum, padi, dan millet. Sistem irigasi di Semenanjung Arabia berasal dari air fosil yang diyakini berumur 17 ribu tahun dan terdiri atas 60 mata air yang mengalir melalui jaringan parit.

Namun, karena drainase yang tidak baik, banyak air yang berakumulasi di rawa garam atau menguap. Bahkan, oasis terbesar di Semenanjung Arabia pernah menyusut hingga kurang dari 15 ribu hektare.

Untuk merevitalisasi oasis, irigasi khusus dibangun sepanjang 820 mil atau 1.300 kilometer yang terbuat dari beton guna mengalirkan air untuk 40 ribu hektare lahan. Dibentuk juga saluran drainase sepanjang 900 mil atau 1.440 kilometer untuk mempermudah akses air menuju ladang.

Hasilnya, kini 30 jenis tanaman, termasuk sayuran dan buah-buahan, tumbuh di antara batang kurma yang menjulang tinggi. Di sekitarnya, alfalfa hijau tumbuh subur menyebar keluar menuju petak pelindung pohon tamariska, yaitu sejenis pohon willow yang daunnya sangat indah dan sering tumbuh dekat air.

Oasis terbesar kedua, yaitu Qatif yang terletak 13 km sebelah barat laut Dhahran. Namun, karena aliran air tidak terkendali dan karena sistem drainase yang tidak memadai, tanah di sana menjadi basah. Garam meningkat ke permukaan yang menyebabkan peternakan menjadi kurang produktif sehingga ditinggalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement