REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam menghadapi tantangan serius di Mozambik selama era kolonial. Sepanjang periode Estado Novo atau Portugal (1926-1974), Roman Katolik menjadi agama dominan yang dimungkinkan oleh aliansi resmi antara gereja dan pemerintah.
Baru pada permulaan Perang Pembebasan, negara menurunkan level penentangnya pada Islam. Hal itu dilakukan untuk menghindarkan aliansi antara Muslim dan gerakan pembangkang.
Lalu, alih-alih menjadi alasan bersuka cita, kemerdekaan Mozambik pada 1975 justru berbuntut kondisi yang menyedihkan bagi umat beragama di sana. Hal itu disebabkan oleh partai pemenang yang berkuasa sejak Mozambik merdeka, dikenal dengan Frelimo, menerapkan konsep-konsep Marxis sepanjang Perang Pembebasan.
Baca: Islam Bersemi di Bumi Mozambik
Setelah merdeka, pemerintah menyatakan Mozambik sebagai negara sekuler. Penetapan itu dibarengi dengan nasionalisasi seluruh sekolah dan fasilitas kesehatan. Pemerintah bahkan kemudian mengambil alih dan menjalankan sekolah-sekolah tersebut melalui institusi-institusi agama.
Menerima resistensi dari masyarakat yang berontak, negara baru itu berang. Mereka memenjarakan beberapa pendeta pada 1975 dan 1976 serta mengusir seluruh saksi Yehuwa ke sebuah distrik di Zambezia pada 1977.
Semua itu menjadi bagian dari kampanye antiagama yang berlangsung hingga 1982 dan menyerang semua agama yang ada di Mozambik. Islam kala itu menjadi pihak yang paling menderita, dikarenakan Frelimo menyebarkan prasangka dan tuduhan tentang Islam.
Baca: Periode Sejarah Islam di Mozambik
Kampanye antiagama tersebut baru berakhir secara resmi saat partai berkuasa mengadakan pertemuan dengan seluruh insitusi agama. Pada kesempatan itu, mereka mengatakan, kesalahan telah terjadi dan kesatuan nasional harus diberlakukan. Meski kontrol negara terhadap institusi agama tetap berlanjut setelah 1982, penyerangan negara terhadap kepercayaan warganya berakhir pada waktu itu.
Von Sicard berkesimpulan, meski Islam memiliki sejarah yang panjang dan prestisius di Mozambik, perkembangannya dihancurkan oleh ketiga periode tersebut. Yakni, periode koloni, perjuangan mencapai kemerdekaan dan bahkan oleh periode kemerdekaan.
Pada akhir periode sosialis-yang dimulai 1989-barulah Muslim lebih leluasa dan membangun masjid-masjid baru. Mereka juga merintis jalan menuju perlemen sejak itu. Beberapa badan Muslim Afrika Selatan, Kuwait dan lainnya, mulai aktif, termasuk satu di antara yang terpenting, yakni Badan Muslim Afrika.
Sebuah universitas Islam dibangun di Nampula. Dan, kini negara yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia itu aktif sebagai anggota Organisasi Kerja Sama Islam (Organisation of Islamic Cooperation/OIC).