REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Oleh: Mahmud Yunus
Setiap mukalaf (orang yang wajib menjalankan syariat Islam) diundang secara resmi untuk menghadap Allah sebanyak lima kali dalam sehari. Tepatnya, saat shalat Subuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Allah berfirman, “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS an-Nisa [4] : 103).
Undangan resmi itu sebaiknya dihadiri bersama-sama dan tempatnya dipusatkan di masjid. Setiap kali waktu pelaksanaan shalat fardhu tiba, setiap mukalaf (khususnya pria) ditunggu kehadirannya di masjid terdekat.
Apabila azan telah dikumandangkan, setiap mukalaf dianjurkan segera meninggalkan aktivitas yang sedang dijalaninya. Saat itu, mereka diajak untuk fokus mengingat-Nya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS al-Jumuah [62] : 9).
Secara tekstual, ayat ini memang berkaitan dengan pelaksanaan shalat Jumat, tetapi kiranya tidak menyimpang dari syariat bila sikap bersegera demi menyambut panggilan shalat fardhu lainnya pun senantiasa diupayakan.
Kehadiran setiap mukalaf di masjid diharuskan dalam keadaan suci dari hadas besar dan kecil serta dari najis. Bahkan, terlebih dahulu dianjurkan merapikan rambut, mengenakan pakaian yang bagus/indah, dan mengunakan wewanginan (parfum) seperlunya.
Allah berfirman, “Hai anak Adam, pakailah pakaian kalian yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah kalian dan janganlah berlebih-lebihan. Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS al-A'raf [7] : 31). Pada ayat berikutnya, yakni ayat ke-32, Allah menjelaskan, “Katakanlah: Siapa yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapakah yang mengharamkan) rezki yang baik?”
Dalam bab shalat dijelaskan, salah satu syarat sahnya shalat adalah menutup aurat. Dijelaskan pula, batasan aurat pria dan wanita secara garis besar. Menurut pendapat yang paling populer, batasan aurat pria adalah anggota badan antara pusar dan lutut. Sedangkan, batasan aurat wanita adalah seluruh anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan.
Namun, berdasarkan keterangan dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW pernah bersabda, “Janganlah seorang di antara kalian shalat (ditujukan pada pria) pada sehelai kain yang tidak ada sedikit pun dari padanya yang menutup bahunya."
Dengan demikian, pakaian pria dalam shalat tidak sekadar menutup anggota badan antara pusar dan lutut. Tetapi, dianjurkan pula memerhatikan unsur kepantasan dan/atau kepatutan. Bukankah, ketika Anda diundang untuk menghadiri sebuah pertemuan resmi Anda berusaha mematut diri sedemikian rupa?
Maka, sangat masuk akal bila Allah dan Rasul-Nya menekankan perlunya memakai pakaian yang bagus dan indah setiap kali Anda shalat. Lebih jauh, jangan lupa berhias. Allah itu Mahaindah dan sangat menyukai keindahan. Wallahu 'Alam.