REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan tahun sebelum Masehi, wilayah bumi dari Timur hingga Barat, dikuasai empat orang saja dengan daerah kekuasaan masing-masing. Mereka terdiri atas dua orang mukmin yang percaya kepada Allah SWT.
Sedangkan, dua penguasa lainnya berasal dari kalangan nonmukmin yang ingkar terhadap risalah keesaan-Nya. Dua pemimpin mukmin adalah Sulaiman bin Dawud dan Zulkarnain. Sementara, pemimpin yang tak beriman ialah Bakhtanshar dan Namrud bin Kan'an.
Nama pemimpin nonmukmin yang terakhir dikenal diktator, otoriter, dan zalim. Bahkan, Namrud pun disebut-sebut sebagai tiran berdarah dingin dan tak segan menghukum siapa pun yang menolak tunduk terhadap perintahnya. Ia sosok yang ingin dipuja hingga ia memproklamasikan diri menjadi tuhan yang wajib disembah rakyatnya.
Suatu saat, Nabi Ibrahim AS tengah datang menghadiri jamuan makan yang digelar Namrud. Para tamu undangan memilih berbagai menu yang terjamu di meja makan. Namrud bercengkerama dan bertanya pada tiap tamunya tentang siapakah tuhan mereka. Hampir tiap hadirin yang ia tanya menjawab, Namrudlah tuhan mereka.
Tiba giliran Ibrahim mendapat pertanyaan serupa. Terjadilah perdebatan singkat antara kedua tokoh tersebut. Betapa kagetnya Namrud mendapat jawaban yang tak biasa. “Tuhanku yang menghidupkan dan mematikan,” kata ayahanda Ismail itu menimpali pertanyaan Namrud.
Merasa dipermalukan, Namrud pun tidak mau kalah. Ia membantah argumentasi Ibrahim dan tetap bersikeras bahwa dirinya juga bisa menghidupkan makhluk atau mematikannya tanpa menyadari bahwa keistimewan itu hanya dimiliki oleh Allah Sang Khalik semata.