REPUBLIKA.CO.ID, Kebanyakan umat manusia itu sebenarnya masuk dalam kategori merugi. Hanya sedikit saja yang beruntung. Bagaiamana bisa menakar seseorang termasuk merugi atau beruntung?
Izzuddin ‘Abd al-Aziz Ibn Abd as-Salam as-Sulami dalam karyanya yang berjudul Akhwal an-Nass wa Dzikr al-Khasirin wa ar-Rabihin berpendapat tolak ukurnya cukup sederhana.
Untuk mengukur merugi atau tidaknya seseorang cukup dilakukan dengan merefleksikan secara jujur tingkah lakunya dengan Alquran dan sunah. Bila ternyata telah sesuai, maka ia beruntung. Lain halnya, kalau ia tak jujur saat proses refleksi itu.
Sebagaimana disebut dalam Surah al-‘Ashr, bahwa sesungguhnya semua orang merugi kecuali mereka yang memiliki empat kriteria yaitu iman, amal shaleh, saling berwasiat kepada kebenaran dan terakhir ialah berwasiat agar tetap bersabar.
Tetapi, jarang sekali keempat sifat ini kumpul dalam diri seseorang. Sangat nadir di jaman dengan tingkat kompleksitas hidup seperti ini.
Ada orang bergelimang maksiat, tetapi ia mengira penuh ketaatan. Ia telah jauh, tapi berpikir sangat dekat dengan-Nya. Ada yang bangga paling pintar, padahal sebenarnya ia bodoh.
Banyak yang beramal, tetapi hanyalah pepesan kosong. Hanya dengan takaran syariatlah (Alquran dan sunah), kesemuanya itu bisa diukur.
Dan, dengan ukuran itu pula lah kerugian dan keberuntungan sesorang dapat dinilai dengan gambling. “Jika beruntung, sungguh, dia adalah wali Allah,”tulisnya.
Karena itu, Izzuddin yang merupakan guru ulama terkenal, Ibnu Daqiq al ‘Id tersebut menegaskan hendaknya tidak mudah percaya jika melihat manusia bisa terbang, jalan kaki di permukaan air atau bisa melihat dunia ghaib, tetapi di saat yang sama perilakunya menyimpang dari ajaran agama dengan cara melanggar perkara haram tanpa sebab yang diperbolehkan agama.
Atau, misalnya, ia meninggalkan kewajiban tanpa alasan syar’i, maka ketahuilah bahwasanya orang yang demikian ialah setan berwujud manusia yang di peruntukkan Allah sebagai ujian bagi orang-orang bodoh. Layaknya Dajjal, ia bisa menghidupkan dan mematikan makhluk.
Soal alam barzah, Izzuddin yang merupakan penulis Kitab Ahkam al-Jihad tersebut mengemukakan bahwa alam barzah adalah tempat singgah bagi semua umat manusia, baik yang beriman atau kufur.
Ada empat lokasi singgah bagi anak manusia, yaitu di kandungan seorang ibu, alam dunia, alam barzah, dan terakhir akherat yang kekal dan abadi. Kondisi dan ganjaran yang akan dialami dan diperoleh selama di barzah, ditentukan oleh baik buruk amalnya selama hidup di dunia.