REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa jahiliyah, kaum perempuan menempati posisi yang sangat rendah di mata masyarakat. Mereka diperlakukan secara semena-mena. Terkadang, kaum perempuan hanya dijadikan sebagai alat pemuas para lelaki.
Bahkan, seorang ayah akan merasa malu bila anak yang lahir dari rahim istrinya adalah seorang perempuan. Karena itu, anak kecil berjenis kelamin perempuan itu akan dibunuh dan dikuburkan hidup-hidup. Itu dulu yang pernah dilakukan Umar bin Khattab, sebelum memeluk Islam.
Maka, setelah datangnya Islam, kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang sangat terhormat dan mulia. Seorang perempuan tidak hanya bertugas dari sumur, kasur, dan dapur, tapi memiliki posisi sejajar dengan laki-laki. Perempuan punya hak yang sama dalam menentukan nasibnya.
Bahkan, dalam Alquran disebutkan, kemuliaan seorang anak manusia bukan karena kecantikan, jenis kelamin, maupun suku bangsanya, melainkan karena takwanya kepada Allah. (QS al-Hujurat [49]: 13).
Islam menempatkan perempuan sebagai mitra laki-laki dalam meraih ketakwaan. Tidak akan ada kehebatan seorang jenderal, intelektual, menteri, pejabat pemerintah, atau presiden sekalipun, tanpa keterlibatan seorang perempuan. Sebab, peran serta perempuan pula yang membawa dia menjadi anak yang sehat, cerdas, dan terampil.
Prinsip Islam yang demikian inilah, yang akhirnya membawa Camilla Leyland, seorang guru Yoga untuk memilih dan memeluk agama Islam. "Saya tahu, orang pasti akan terkejut mendengar kata feminisme dan Islam. Namun jangan salah, dalam Alquran, perempuan mempunyai kedudukan setara dengan laki-laki. Dan ketika agama ini dilahirkan, perempuan adalah warga kelas dua dalam masyarakat misoginis," ujarnya sebagaimana dikutip Dailymail.co.uk, dan situs muslim media network.