Rabu 17 Oct 2018 06:00 WIB

Dzatur Riqa Ujian Kesabaran Kaum Muslimin

Rasulullah saw dan pasukannya memerangi bani maharib dan Bani Tsalabah dari Ghatafha

Khaibar
Foto:

Lalu, setiap enam orang menahan seekor unta sehingga kaki mereka berdarah. Perang tersebut terjadi di dekat kebun kurma, utara Khaibar. Berjarak 100 km dari utara Madinah, antara kebun kurma, lembah al-Hanakiyah, dan asy-Syuqrah.

Terdapat perbedaan soal tahun terjadinya Perang Dzatur Riqa. Jika Dr Syauqi menyebut terjadi pada 5 H, Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuriy dalam Ar-Rahiqul Makhtummenyebut peristiwa itu berlangsung pada 7 H. Sejarawan Muslim Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Zaadul Ma'aad pun menyatakan terjadi pada 7 H. Ada pula sejarawan yang menyebutkan peristiwa itu terjadi pada 4 H.

Peristiwa Dzatur Riqa terjadi tak lama setelah terjadinya kasus pembantaian yang dilakukan terhadap 70 delegasi Rasulullah SAW yang diutus untuk berdakwah kepada kabilah-kabilah di kawasan Najd. Peristiwa pembantaian itu terjadi di Bi'r Ma'unah. Pelakunya adalah Bani Ushayyah, Ri'l, Lihyan, dan Dzakwan.

Umat Islam berduka dan berkabung atas peristiwa itu. Rasulullah dan kaum Muslimin menggelar qunut nazilah pada setiap shalat Maghrib dan Subuh. Mereka berdoa kepada Allah agar menimpakan malapetaka kepada mereka. Rasulullah SAW lalu mengirimkan pasukan untuk menyerang kabilah yang membantai umat Islam itu.

Nabi SAW memimpin sekitar 400 pasukan. Kota Madinah untuk sementara didelegasikan kepada Abu Dzar al-Ghifari. Setibanya di wilayah Najd, Rasulullah menempatkan pasukannya di daerah bernama Nakhl, dekat wilayah Ghathafan.

Dalam peristiwa Dzatur Riqa, umat Islam mengalami berbagai kesulitan. Jumlah unta yang tersedia untuk mengangkut pasukan ke medan jihad amat terbatas. Enam orang personel hanya mendapat satu ekor unta sebagai alat transportasi sehingga para sahabat bergantian menungganginya.

Pasukan tentara Muslim harus berjalan di atas bebatuan tajam dan terjal. Kaum Muslimin dengan penuh keyakinan dan kesabaran melalui padang pasir yang panas. Alas kaki yang mereka gunakan hancur. Banyak di antara para sahabat yang kakinya terluka.

Untuk mengurangi rasa sakit, mereka merobek kain dan membalutkannya pada alas kaki. Kami berjalan di belakang unta hingga kaki kami pecah-pecah. Begitu pula kakiku hingga kukunya terkelupas. Kami membalut kaki kami dengan sobekan kain. Sehingga, aku menyebut misi itu Dzatur Riqa (sobekan kain), tutur Abu Musa al-Asy'ariy, salah seorang sahabat yang ikut dalam peristiwa itu berkisah.

Pengerahan pasukan yang dipimpin oleh Rasulullah SAW itu dilakukan untuk memerangi Bani Maharib dan Bani Tsalabah dari Ghatafhan yang selalu menghalangi dakwah Islam.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang, pasukan Islam akhirnya bertemu dengan tentara musuh di sebuah wadi (lembah) bernama Nakhl. Kedatangan tentara Islam membuat musuh kaget. Niat mereka untuk menyerang Madinah telah didahului pasukan tentara Islam.

Pasukan dari Bani Maharib dan Tsalabah tak melakukan serangan. Mereka justru menjaga jarak dari pasukan tentara Muslim. Mereka bertahan dalam benteng pertahanan. Mereka justru diliputi oleh rasa takut. Situasi di wilayah Ghatafhan pun menjadi mencekam.

 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement