Senin 15 Oct 2018 05:30 WIB

Memahami Asal-Usul Cinta

cinta adalah penyebab keberadaan yang paling mendasar.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
 Cinta,Mawar, Jodoh (ilustrasi)
Foto:

Cinta juga menjadi pembahasan filsuf Islam Ibnu Sina. Dalam tulisan ringkasnya, Risalah Fil Isyq, cendekiawan andalan ini menyuguhkan perspektif yang berbeda tentang cinta.

Saat orang mengekspresikan cinta dalam syahwat, kisah fiksi, dan berbagai perilaku dan pengalaman, Ibnu Sina menjelaskan asal-usul cinta yang paling mendasar.

Syaikhur Rais Ibnu Sina menjelaskan, cinta adalah penyebab keberadaan yang paling mendasar. Dalam Risalah fil Isyq (risalah cinta), ilmuwan yang menjadi rujukan kedokteran ini menjelaskan kecintaan Tuhan kepada manusia membuat Yang Maha Kuasa menciptakan alam semesta dengan berbagai tingkatannya.

Di dalamnya ada dunia tempat manusia, binatang, dan tumbuhan hidup.

Ada juga alam malaikat dan ruh yang tak bisa dijangkau pancaindra. Singgasana Tuhan adalah yang paling tinggi. Di sanalah Pencipta yang Maha Pengasih bersemayam (QS Thaha: 5). Allah adalah asal muasal dan akhir dari berbagai realitas (al-Awwalu wal Akhir).

Ibnu Sina menjelaskan, cinta menghasilkan dorongan agar makhluk menyempurnakan dirinya. Seseorang akan berusaha menampilkan yang terbaik.

Dia menambah ilmu agar makin mengetahui alam semesta, se hingga dia memahami jati dirinya. Ilmu menghadirkan rasa rendah hati, bukan keangkuhan karena ilmu menghadirkan pemahaman setiap yang diciptakan akan sirna dan menemui ajal.

Setiap makhluk mempunyai dorongan untuk tumbuh besar mencapai bentuk sempurna. Manusia makan secukupnya untuk tumbuh dan sehat. Seseorang menikah untuk memiliki keturunan, berpuasa untuk me rasakan kehidupan orang lain yang hidup ke kurangan, dan membayar zakat untuk mem bantu sesamanya.

Mereka menjaga alam dari pembalakan liar agar tak terjadi banjir. Masyarakat mencegah kebakaran hutan agar tidak terjadi kabut asap. Mereka juga menjaga kebersihan lingkungan, tidak merusak tanaman hias, dan menjaga kelestarian tumbuhan di taman-taman kota, meskipun sedang berunjuk rasa.

Cinta menghadirkan keteraturan. Hasilnya adalah nada-nada yang enak didengar, bentuh elok yang indah dipandang, atau makanan yang lezat. Semua itu didorong oleh cinta. Semuanya adalah kebaikan yang ber mula dari Mahabaik (al-Birru), sehingga manusia terhindar dari kejahatan dan keburukan, seperti zina, bohong, merusak, dan lainnya.

Manusia yang penuh cinta tak mungkin merusak fasilitas publik. Mereka tidak mengganggu ketertiban umum dan selalu menjaga perasaan sesama. Dorongan ini mengarahkan makhluk untuk kembali ke tabiatnya sebagai hamba Sang Pencipta, jauh dari keangkuhan dan merasa tak memiliki apa-apa. Ini adalah bentuk kecintaan Allah yang mengekspresikan kekuasaannya.

Ibnu Sina mengatakan, cinta merefleksikan kehormatan dan kekayaan hati. Cinta kepada lawan jenis yang didasari nilai agama akan mengontrol syahwat. Yang hadir adalah kesadaran bahwa suami tak boleh berhubungan intim dengan sembarang wanita. Begitu pun sebaliknya, istri tak boleh berzina. Keduanya sama-sama menjaga Kehormatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement