Sabtu 13 Oct 2018 06:00 WIB

Hukum Hoaks dalam Islam

Di dalam Islam, hoaksalias berita bohong tidak bisa dibenarkan.

Melawan hoaks
Foto:

Pendapat Imam Nawawi dalam kitab Syarh Shahih Muslim, juz I halaman 75 memberikan penjelasan hadis tentang penyebaran berita. Menurut Imam Nawawi, peringatan setiap informasi yang didengar seseorang karena biasanya ia mendengar kabar benar dan dusta maka jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar, berarti dia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi.

Sebagai Muslim, kita diperintahkan untuk tabayun atau klarifikasi setiap informasi yang diterima. Kisah tentang Tabayun atau verifikasi ada dalam Shahih al-Bukhari.

Diceritakan bahwa Umar ibn Khattab pernah memarahi Hisyam ibn Hakim yang mem baca Surah al-Furqan dengan bacaan berbeda dari yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Umar. Setelah Hisyam menerangkan, Rasulullah sendiri yang mengajarkan bacaan itu.

Mereka berdua menghadap Rasulullah untuk meminta konfirmasi. Rasulullah membenarkan kedua sahabat beliau itu dan menjelaskan, Alquran memang diturunkan Allah SWT dengan beberapa variasi bacaan.

Faqra'uu maa tayassara minhu, sabda Rasulullah SAW, maka bacalah mana yang engkau anggap mudah daripadanya. Apa yang dilakukan Umar dan Hisyam mendatangi Rasulullah untuk menanyakan langsung kepada sumber pertama disebut juga dengan tabayun alias klarifikasi.

Di sisi lain, Nabi SAW pun melarang kita untuk berprasangka kepada orang lain, apalagi menghinanya. Rasulullah juga mengingatkan kita untuk tidak bermusuhan. Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata: Rasulullah SAW ber sabda: Jauhilah berprasangka karena sesungguhnya prasangka adalah pembicaraan yang paling dusta.

Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, jangan saling menyombongkan diri (dalam hal duniawi), jangan saling iri, saling membenci satu dengan yang lain dan saling berpaling muka satu dengan yang lain. Jadilah kalian para hamba Allah yang bersaudara. (HR al-Bu khari).

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 24/2017 tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial menjelaskan, setiap Muslim yang melakukan muamalah lewat media sosial diharamkan untuk ghibah, fitnah, namimah, dan menyebarkan permusuhan.

Muslim pun haram untuk melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permu suhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan.

Bukan cuma penyebar, melainkan juga pihak-pihak yang men cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain, atau kelompok hukumnya pun haram kecuali untuk kepentingan syar'i.

Menyebarkan konten yang bersi- fat pribadi kepada khalayak, padahal tidak patut disebarkan ke publik, seperti pose yang mem- pertontonkan aurat, hukumnya haram.

MUI juga mengharamkan akti vitas buzzer di media sosial sebagai penyedia informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, hingga aib dan gosip sebagai profesi untuk mendapat keuntungan ekonomi dan nonekonomi. Begitu pula orang yang menyuruh dan m eman faatkan jasa para buzzer tersebut. Wallahua'lam.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement