Jumat 12 Oct 2018 05:30 WIB

Bolehkah Muslimah Meninggikan Suara Bacaan Shalat?

Ada sejumlah pendapat ulama soal ini.

Muslimah Papua tengah melaksanakan shalat berjamaah di Islamic Center Al Aqsa, Walesi, Jayawijaya, Papua, Jumat (25/9).
Foto:

Atas dasar dalil-dalil itu, kitab fikih 'Ala al-Madzahib al- Arba'ah(Fikih Berdasarkan Pendapat Empat Mazhab) secara jelas menyebut suara kaum wanita bukanlah aurat.

Para Imam mazhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali) sepakat bahwa suara wanita tidak termasuk aurat. Namun, mereka berbeda pendapat soal tinggi rendah- nya suara wanita di dalam shalat.

Menurut para ulama dari Maz hab Maliki, batas maksimal tingginya suara wanita dalam shalat adalah jika yang bersangkutan telah bisa mendengarkan suaranya sendiri.

Sedangkan, bacaan terendahnya adalah dengan tergeraknya lidah.

Pendapat ulama dari Mazhab Syafi'i juga senada. Menurut mereka, seorang wanita tidak diperbolehkan meninggikan suaranya dalam shalat apabila di dekatnya ada seorang laki-laki (bukan muhrim) atau lebih. Sedangkan, batas suara rendahnya, jika yang bersangkutan bisa mendengarkan suaranya sendiri.

Adapun pendapat ulama Mazhab Hanbali, seorang wanita tidak disunahkan mengangkat suara dalam bacaan-bacaan shalat meski di sekitarnya tidak ada laki-laki yang bukan muhrimnya. Dan kalau di dekatnya ada laki- laki yang bukan muhrim, hukum meninggikan bacaan shalat adalah dilarang.

Pendapat yang berbeda dilontarkan ulama dari Mazhab Hanafi. Menurut mereka, seorang wanita boleh meninggikan bacaan shalat hingga orang-orang di dekatnya dapat mendengar suaranya.

Bahkan, menurut mazhab ini, orang-orang yang berada di barisan shaf pertama harus mendengar suaranya. Satu atau dua orang saja yang mendengar, belumlah cukup.

Karena itu, seorang Muslimah di bolehkan membaca bacaan shalat dengan suara setinggi-tingginya.

Sedangkan, dalam shalat yang mengharuskan suara rendah, ia harus mendengar suaranya sendiri atau didengar oleh satu atau dua orang di dekatnya.

Sekadar menggerakkan lidah saja, menurut ulama mazhab ini, be lumlah cukup.

Dengan demikian, sebagai konsekuensi bahwa suara wanita tidak termasuk aurat, maka seorang wanita boleh meninggikan suaranya, baik dalam sha lat maupun di luar shalat. Walla hualam.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement