REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejarah mencatat, Kairo pernah dikuasai Dinasti Mamluk selama kurang lebih 250 tahun.Namun, dinasti ini jatuh ketika tentara Turki Utsmani di bawah pimpinan Sultan Selim Yavuz memasuki Kairo pada 1517 M.Kendati de mikian, kesultanan besar Turki itu tetap mem pertahankan gaya bangunan Dinasti Mamluk.
Pada abad ke-16 dan 17, saat dikuasai Turki Utsmani, bangunan yang didirikan praktis tidak dapat dibedakan dengan penguasa Kairo sebelumnya, yakni Mamluk.Namun, pada pertengahan abad ke-18, di tengah kuatnya pengaruh Utsmani maka mulai muncul bangunan-bangunan dengan sentuhan arsitektur Turki.
Sebut saja, misalnya, sabil-kuttab karya arsitek Abdul Rahman Katkhuda pada 1744 M.Secara arsitektur, bangunan itu memadukan gaya tradisional Kairo dan Istanbul.
Nah, yang dibahas lebih dalam kali ini adalah sabil-kuttab yang dibangun Sultan Mustafa III.Dilihat dari depan, bangunan ini tampak melengkung dengan bagian depannya dilapisi marmer berhiaskan motif-motif khas Turki Utsmani.Pada dinding juga terdapat kaligrafi bertuliskan nama Sultan Mustafa III.
Di bagian dalam, terdapat mozaik berpola geometrik yang terbuat dari marmer. Sementara, di langit-langit dan dinding dicat dengan gaya Turki Utsmani.
Fitur yang dinilai paling mengejutkan dalam bangunan ini adalah susunan ubin Belanda berwarna biru-putih.Beberapa tampil dengan lukisan bunga mawar, tetapi ada juga lukisan pemandangan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari orang Belanda.
Dalam susunan ubin itu terdapat pemandangan kota, desa, menara lonceng, gerbang, istana, jembatan, rumah, dan kincir angin.Dalam lusikan itu pula terlihat pria dan wanita bekerja di ladang, menunggang kuda, berburu dengan anjing, ikan, dan perahu dayung.
Tentu lukisan itu terasa tidak biasa di sebuah bangunan yang didirikan umat Islam.Untungnya, orang-orang atau warga setempat yang mengambil air dari sabil biasanya tidak masuk ke ruangan itu sehingga mereka tidak akan bisa melihat detail lukisan-lukisan `tak biasa' itu.