Kamis 04 Oct 2018 09:31 WIB

MUI Terus Berupaya Tangkal Paham Radikalisme

Kehadiran MUI dilandasi oleh keterpanggilan dan tanggungjawab keagamaan

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi di sela-sela seminar nasional penanggulangan bahaya radikalisme dan ekstremisme di Indonesia pada Rabu (3/10) di Hotel JS Luwansa, Jakarta.
Foto: Republika/Fuji E Permana
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi di sela-sela seminar nasional penanggulangan bahaya radikalisme dan ekstremisme di Indonesia pada Rabu (3/10) di Hotel JS Luwansa, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan berbagai langkah dalam rangka penanggulangan perilaku intoleran, ekstrim dan radikal. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menilai munculnya perilaku tersebut di masyarakat dilandasi oleh ketidaktahuan dan pemahaman yang keliru tentang ajaran keagamaan Islam.

“Kehadiran MUI di sini dilandasi oleh keterpanggilan dan tanggungjawab keagamaan,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (4/10).

Pada 2003, menurutnya, MUI melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia menetapkan fatwa tentang Terorisme. Terorisme telah ditetapkan sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.

Dia mengatakan, terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan terorganisir (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif). Pada saat yang sama, lanjut Zainut, MUI mendirikan Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) melalui pendekatan keagamaan.

TPT MUI bertugas untuk menyusun konstruksi pemikiran guna melakukan upaya pelurusan pemahaman keagamaan terhadap ajaran dan makna jihad. “Umat Islam perlu disadarkan kembali tentang ajaran dan makna jihad yang benar sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW dan dijelaskan oleh para ulama sepanjang zaman,” ucapnya.

Kemudian pada 19 Januari 2016 Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta MUI untuk memfungsikan dan memperkuat TPT MUI. MUI menetapkan paradigma perkhidmatan di lingkungan MUI, yaitu terwujudnya Islam Wasathiyah di Indonesia, yaitu Islam tengahan, moderat sebagai pemahaman ajaran Islam yang menggunakan kaidah santun, tidak keras dan tidak radikal.

Selanjutnya, kesukarelaan, tidak memaksa dan tidak mengintimidasi, toleran, tidak egois dan tidak fanatis dan saling mencintai, tidak saling bermusuhan dan membenci. Untuk itu, MUI berupaya terus mengembangkan persaudaraan antarsesama umat Islam (Ukhuwah Islamiyah), persaudaraan antar sesama warga bangsa (Ukhuwah Wathaniyah). Juga persaudaraan antarmanusia (Ukhuwah Insaniyah).

“Kami menyadari, bahwa tantangan masa depan bangsa akan makin kompleks, khususnya dalam menangani dan menanggulangi perilaku intoleran, ekstrim dan radikal yang berkembang di masyarakat. MUI melakukan penguatan pada aspek substansial dan organisasional dengan mendirikan Badan Penanggulangan Ekstremisme, Radikalisme dan Terorisme (BPERT) Majelis Ulama Indonesia,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement