REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, MUI banyak mendapat pertanyaan dari masyarakat tentang bagaimana mengurus jenazah dalam keadaan darurat. Ada ketentuan fatwa MUI tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Janaiz) dalam kondisi darurat.
"Pada dasarnya dalam keadaan normal mayat wajib dimandikan, dikafani, disholatkan dan dikuburkan menurut tata cara yang telah ditentukan menurut syari’at Islam," kata Zainut kepada Republika, Senin (1/10).
Ia menerangkan, dalam keadaan darurat mengurus dan menangani jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syari’at. Maka mengurus jenazah boleh tidak dimandikan, tetapi apabila memungkinkan sebaiknya diguyur sebelum penguburan.
Kemudian, pakaian yang melekat pada mayat atau kantong mayat dapat menjadi kafan bagi jenazah yang bersangkutan walaupun terkena najis. Mayat boleh disholati sesudah dikuburkan walaupun dari jarak jauh (shalat ghaib). "Dan boleh juga tidak disholati menurut qaul mu’tamad atau menurut pendapat yang kuat," ujarnya.
Zainut menerangkan, dalam keadaan darurat jenazah korban wajib segera dikuburkan. Jenazah boleh dikuburkan secara massal dalam jumlah yang tidak terbatas, baik dalam satu atau beberapa liang kubur serta tidak harus dihadapkan ke arah kiblat.
Penguburan secara massal tersebut boleh dilakukan tanpa memisahkan jenazah laki-laki dan perempuan juga antara Muslim dan non-muslim. Jenazah boleh langsung dikuburkan di tempat jenazah ditemukan.