Rabu 26 Sep 2018 17:31 WIB

Lima Pesan MUI Sikapi Ancaman Bangsa

MUI menilai telah berkembang ideologi yang bertentangan dengan agama dan Pancasila.

Rep: Novita Intan/ Red: Ani Nursalikah
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat Rapat Pleno ke 31 'Ancaman Terhadap Bangsa: Sikap Umat Islam' di Kantor Pusat MUI, Jakarta, Rabu (26/9).
Foto: Republika/Novita Intan
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat Rapat Pleno ke 31 'Ancaman Terhadap Bangsa: Sikap Umat Islam' di Kantor Pusat MUI, Jakarta, Rabu (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan lima pesan dalam menyikapi perkembangan kehidupan kebangsaan dan keumatan. Hal ini berkaitan dengan keprihatinan adanya ancaman terhadap bangsa yang harus dihadapi secara tepat.

Kesepakatan lima pesan ini disampaikan saat Rapat Pleno Wantim MUI terkait masalah keorganisasian, keumatan dan kebangsaan. Turut hadir dalam rapat tersebut antara lain tokoh ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari beberapa ormas Islam.

Pertama, MUI menilai saat ini telah berkembang secara penetratif ke dalam tubuh bangsa baik secara pikiran dan ideologi yang bertentangan dengan agama dan falsafah bangsa Pancasila. “Merajalelanya ideologi yang bertentangan secara diametral, di antara ideologi berbahaya tersebut adalah komunisme yang anti-Tuhan dan agama secara mengemuka dan leluasa dalam kehidupan bangsa dan dalam berbagai penjelmaan atau manifestasinya,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Rabu (26/9).

Menurutnya, ideologi secara bebas tersebut menjadi ancaman bangsa serta liberalisme, sangat bertentangan dengan agama yang merasuki berbagai aspek kehidupan bangsa baik politik, ekonomi dan sosial budaya. “Radikalisme yang ekstrem baik atas dasar paham keagamaan maupun kepentingan ekonomi bisnis serta kepentingan politik,” ucapnya.

Kedua, munculnya sikap pembiaran dan pengabaian (permisifisme) terhadap isme-isme tersebut baik yang ditampilkan oleh warga masyarakat maupun oleh penyelenggara negara baik legislatif maupun eksekutif. Ketiga, ancaman paling berbahaya adalah adanya deviasi, distorsi, dan disorientasi kehidupan nasional dari nilai-niai dasar Pancasila dan UUD 1945, terutama dalam kehidupan sosial-politik, kehidupan sosial-ekonomi, dan sosial-budaya.

“Hal mana disebabkan karena Pancasila hanya banyak diucapkan tapi tak banyak dilakukan,” ujarnya.

Keempat, ancaman terhadap bangsa dirasakan sebagai ancaman bagi umat Islam, dan ancaman terhadap umat Islam dan Islam sesungguhnya merupakan ancaman terhadap eksistensi terhadap bangsa. “Maka, kepada umat Islam diserukan untuk menunjukkan tanggungjawabnya dalam mengawal dan menghadapi ancaman terhadap bangsa tersebut. Dan begitu pula terhadap seluruh bangsa untuk memahami peran dan posisi umat Islam, maka tidak tepat jika umat Islam terpinggirkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.

Terakhir, dalam menghadapi ancaman terhadap bangsa tersebut, diperlukan persatuan, kesatuan dan kebersamaan dengan mengedepankan ukhuwah islamiyah. “Menahan diri dan tidak menebar kebencian, menjadikan pemilu sebagai sarana beradab untuk mengatasi ketidakadaban. Maka pilpres dan pileg jangan terjebak kepada ketidakkadaban,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement