Rabu 26 Sep 2018 12:11 WIB

Komisi Dakwah MUI Ingin Produksi Dai Berkualitas

Baik dan tidak baiknya agama Islam tergantung pada dainya.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
KH Cholil Nafis mengisi ceramah i'tikaf Malam Nuzulul Quran di Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6).
Foto: Dok MASK
KH Cholil Nafis mengisi ceramah i'tikaf Malam Nuzulul Quran di Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) ingin memproduksi dai-dai berkualitas melalui Akademi Dakwah. Komisi Dakwah tengah menyelenggarakan Multaqa Du'at Nasional untuk membahas persiapan dan kurikulum Akademi Dakwah.

"Kita ingin memproduksi dai yang berkualitas, baik dan tidak baiknya agama Islam tergantung pada dainya," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan MUI, KH Muhammad Cholil Nafis kepada Republika.co.id, Selasa (25/9).

KH Cholil mengatakan, dai bisa dikatakan sebagai orang yang memasarkan, mengajak dan menyiarkan Islam. Ketika dai mumpuni, memiliki kompetensi, mampu membaca fenomena dan problematika sosial, maka dai tersebut akan bisa memberikan solusi dan inspirasi.

Tapi ketika dai tersebut tidak berkapasitas dan kompeten, menurut dia, hal ini yang membuat rawan dan pemahaman agama bisa berbeda. Oleh karena itu, Komisi Dakwah MUI ingin meningkatkan pemahaman keagamaan para dai melalui Akademi Dakwah. Supaya dai bisa memberikan gambaran Islam yang utuh dan sempurna.

Multaqa Du'at Nasional kali ini akan membahas persiapan pembuatan Akademi Dakwah. Multaqa Du'at Nasional sebelumnya sudah menghasilkan peta dakwah dan pedoman dakwah. "Kita akan mematangkan kurikulum (Akademi Dakwah), model pelatihan dan jangka waktunya, orang-orang yang mengikuti pelatihan diutamakan di jajaran MUI dulu khususnya Komisi Dakwah," ujarnya.

KH Cholil mengatakan, para dai yang sudah mempunyai sertifikat dari Akademi Dakwah sudah bisa dijamin MUI. Artinya dai tersebut secara kebangsaan, keagamaan dan wawasan kemasyarakatan sudah mumpuni.

Ia menerangkan, jika dai yang sudah bersertifikat kemudian terjadi masalah di masyarakat. Maka MUI punya tanggungjawab untuk menjawab kesalahan-kesalahan dari dai yang sudah mendapatkan sertifikat tersebut. "Tetapi bukan berarti kami melarang orang (dai) yang tidak bersertfikat, hanya saja kami tidak ikut bertanggungjawab terhadap kesalahannya," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement