REPUBLIKA.CO.ID, TITOLI -- Sebuah desa di India melarang warganya yang beragama Islam untuk menjalankan nilai-nilai agamanya. Muslim di sana misalnya dilarang memanjangkan jenggot, berdoa di depan umum atau memberi anak-anak nama-nama Islam.
Larangan itu keluar setelah kematian seekor anak sapi betina yang diduga dilakukan seorang remaja laki-laki Muslim. Dewan tetua atau panchayat, di Titoli, Haryana, membuat keputusan itu, sambil menelanjangi pemuda dari desa itu.
Panchayat, yang diadakan di desa yang didominasi Hindu, pada hari Rabu (19/9) juga melarang penduduk Muslim, berjumlah sekitar 800, dari melakukan nawaz (doa) di luar rumah mereka.
Massa telah menyerang rumah keluarga Muslim di desa itu pada Agustus lalu. Warga juga menuduh mereka membunuh anak sapi. Dua orang ditangkap di bawah Larangan UU Penyembelihan Sapi yang dibuat pada 1955. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana atau mengapa anak sapi itu terbunuh.
Namun, anggota parlemen di negara bagian India utara mengatakan mereka akan menyelidiki masalah ini, meskipun komunitas Muslim Titoli tampaknya menghormati keputusan tersebut.
Hakim Sub-Divisional Rohtak, Rakesh Kumar mengatakan kepada media lokal. “Ini tidak konstitusional. Saya akan berbicara dengan sarpanch (pemimpin) desa dalam hubungan ini," katanya dilansir di Telegraph.co.uk, Jumat (21/9).
Rajbir, seorang pemimpin Muslim setempat, mengatakan masyarakat menerima keputusan dewan suku untuk menjaga keharmonisan dan bahwa mereka bukan Muslim yang keras.
“Kami telah menggunakan nama-nama Hindu sejak Pemisahan dan tidak memakai sorban atau memelihara jenggot. Karena tidak ada masjid di desa, kami melakukan perjalanan sekitar 8-10 km ke kota Rohtak untuk melakukan shalat pada hari Jumat dan kegiatan lain," kata Rajbir, yang hanya memiliki satu nama.
Presiden Asosiasi Penduduk, Suresh Nambardar, yang hadir dalam pertemuan itu, mengatakan bahwa semua anggota kasta dan komunitas agama dari desa hadir.
Dia mengatakan terlepas dari keputusan atas doa dan pemuda, yang dilaporkan bernama Yameen, juga diputuskan bahwa sebidang tanah di tengah desa yang digunakan untuk penguburan Islam akan diambil alih oleh panchayat dan sebidang tanah diberikan kepada umat Islam di luar desa untuk pemakaman.
Namun, dewan kesukuan tidak membuat aturan tentang praktik Muslim lainnya seperti sedekah (Zakat) dan puasa selama Ramadan (Saum).
Suresh mengklaim umat Hindu dan Muslim telah hidup harmonis di desa selama beberapa generasi, dan menyalahkan pemukim baru dari Uttar Pradesh, karena mengganggu perdamaian.
Seorang sekuler dari kelompok aliansi, Ekta Manch, mengutuk keputusan tersebut. Presidennya, Shahzad Khan, mengatakan mereka tidak konstitusional dan bahwa umat Islam dipaksa untuk menerima nasib mereka karena takut akan pembalasan.
Wakil Komisaris Kepolisian distrik, Yash Garg, mengatakan bahwa tidak ada laporan tentang ketegangan komunal atau kebencian di antara anggota komunitas yang ada di desa.
“Namun, jika ada diktat inkonstitusional seperti itu telah diloloskan oleh panchayat, kami akan menyelidiki masalah ini dan mengambil tindakan yang tepat,” tambahnya.