Jumat 21 Sep 2018 07:03 WIB

Yang Muda dan Merayakan Kemerdekaan di Saudi

Masa depan Saudi bergantung pada pemudanya.

Suasana festival di Kota Tua Jeddah, Kamis (20/9). Festival itu digelar terkait peringatan  Hari Nasional Arab Saudi yang akan jatuh pada 23 September.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Suasana festival di Kota Tua Jeddah, Kamis (20/9). Festival itu digelar terkait peringatan Hari Nasional Arab Saudi yang akan jatuh pada 23 September.

Berpakaian serupa Hanaa, perempuan 30 tahun dari Jeddah itu meyakini negaranya sedang di persimpangan. Mereka, para pemuda-pemudi, yang akan menentukan akan berbelok ke mana Kerajaan Saudi pada persimpangan tersebut.

Perubahan-perubahan drastis di Saudi mulai digencarkan semenjak Muhammad ibn Salman ditahbiskan sebagai putra mahkota dua tahun lalu. Sejak itu, Pangeran Muhammad menjanjikan akan mengembalikan Saudi sebagai negara Islam yang moderat. Perempuan kembali dibolehkan menyetir mobil dan menonton pertandingan sepak bola, juga didorong memasuki dunia kerja.

Ruang gerak dan kewenangan polisi moral dibuat makin sempit. Sementara warga Saudi didorong mengisi pekerjaan-pekerjaan dan usaha yang sebelumnya jadi lahan penghidupan ekspatriat.

Kabar soal angin perubahan yang dihembuskan kerajaan tersebut juga yang membuat Khalid Alkathiri (32 tahun) pulang ke negaranya. Pria yang memiliki nenek asal Palu, Sulawesi Tengah, dari garis ibu itu sekian lama belajar membuat film di Malaysia, Singapura, dan Abu Dhabi sebelum kemudian pulang untuk mengembangkan bakat di kampung halamannya.

Dengan kamera di tangan, ia sibuk menangkap keriuhan di Kota Tua Jeddah. Ia menantikan momen-momen untuk proyek yang masih ia rahasiakan. “Sekarang ada harapan dan kesempatan di Saudi untuk pemuda seperti kami. Kami harus memanfaatkannya,” kata dia.

Mahmoud A Mahmoud, redaktur pelaksana di Saudi Gazette mengiyakan, negaranya saat ini memang menaruh harapan pada pemuda-pemudi dan generasi milenial. Mereka-mereka yang seperti Hanaa dan Khalid, belajar di luar negeri kemudian pulang dengan pola pikir baru. Pola pikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya yang terbuai dengan konservatifisme dan kekayaan melimpah dari minyak bumi.

Mahmoud meyakini, dunia yang berubah sedemikian lekas membuat kerajaan memilih memberdayakan anak-anak muda yang penuh semangat kerja dan kreativitas tersebut. “Saya tak bohong perubahan adalah hal yang menakutkan. Tapi ia harus dilakukan,” kata dia saat ditemui di Jeddah.

photo

Di Kota Tua Jeddah hari itu, sebagian wilayah juga disulap menyerupai keadaan seratus tahun lalu. Lantai konblok di beberapa tempat ditutupi pasir dari gurun dan aktor serta aktris ditempatkan bersama properti yang menggambarkan kehidupan saat kerajaan memulai keberadaanya. “Di mana Lawrence?” saya tanyakan pada Arifussarif Al Husaini yang berperan sebagai bangsawan Bani Saud. “Dia pengkhianat. Kalau ketemu akan saya beginikan,” kata dia sembari membuat isyarat menggorok leher, setia dengan perannya sebagai anggota Bani Saud pada masa-masa saat TE Lawrence, seorang intelijen Inggris menjalankan politik adu domba di Arabia menjelang berdirinya Kerajaan Saudi di awal abad ke-20.

Jauh sudah Kerajaan Saudi dari masa-masa itu. Saat ini, alih-alih bergantung pada prajurit-prajurit padang pasir di bagian tengah Kota Tua itu, mereka menaruh harapan pada pemuda-pemudi di bagian depan. Pemuda-pemudi seperti Hanaa, Welee, Ghadah, Khalid, dan banyak lagi lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement