Selasa 10 Jul 2018 16:44 WIB

Survei 41 Masjid Radikal, Kemenag: Perlu Diseminarkan

Penelitian tersebut hanya menganalisis dari khutbah yang disampaikan para khatib.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Pekerja mengerjakan pembangunan masjid. (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pekerja mengerjakan pembangunan masjid. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama (Kemenag), Ahmad Juraidi mengatakan, survei yang menyebut 41 masjid pemerintahan terindikasi radikal seharus diseminarkan dulu sebelum diungkap ke publik. Pasalnya, penelitian tersebut hanya menganalisis dari khutbah yang disampaikan para khatib saja. 

"Adanya indikasi dakwah radikal di masjid-masjid BUMN masih perlu dikonfirmasi. Kalau sumbernya hasil penelitian seseorang, menurut hemat saya perlu diseminarkan dengan melibatkan instansi, ormas, lembaga terkait dan kompeten, tidak begitu serta merta dipublikasikan," ujar Juraidi saat dihubungi republika.co.id, Selasa (10/7).

Menurut dia, jika pun ada khatib yang khutbahnya mengandung muatan radikalisme di masjid pemerintahan, maka tidak bisa disebut bahwa masjid itu radikal. "Kalau ada khatib yang khutbahnya mengandung muatan radikalisme di suatu masjid BUMN tidak bisa divonis masjid tersebut melakukan dakwah radikal, karena mungkin khatib tersebut belum dikenal baik," ucapnya.

Dia mengatakan, biasanya pengurus masjid pemerintahan juga lebih selektif dalam memilih khatib dan setiap khatib dijadwalkan paling banyak hanya dua kali dalam setahun dalam satu masjid. Karena itu, masjid tersebut tidak bisa disebut radikal hanya karena menganalisis khutbah shalat Jumat.

 

Kendati demikian, kata dia, agar masjid tetap steril dari radikalisme pihaknya telah melakukan pembinaan terhadap pengurus masjid. Menurut dia, selama ini pihaknya telah melakukan pelatihan dan penyuluhan.

 

"Kita ada penyuluhan dan pelatihan, itu sudah dilakukan. Termasuk sekitar tiga bulan lalu kita mengundang pengurus masjid Kementerian/Lembaga itu," katanya. 

 

Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin mengatakan bahwa beberapa waktu lalu pihaknya juga sudah mengirimkan surat edaran kepada sekretaris jenderal kementerian/lembaga tentang pelaksanaan ceramah agama di lingkungannya. Hal ini sebagai upaya untuk mengantisipasi adanya ajaran radikalisme. 

"Ini agar kementerian/lembaga melakukan perhatian serius kepada pengurus-pengurus masjid di kementerian/lembaga," jelas Amin. 

 

Isi surat edaran tersebut, pertama yaitu kementerian/lembaga agar memberikan perhatian serius terhadap pelaksanaan ceramah agama agar tidak menebarkan ceramah-ceramah yang bersifat provokatif, penghinaan, penodaan, dan ujaran kebencian yang akan mencederai persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI. 

 

Kedua yaitu isi ceramah yang disampaikan hendaknya bernuansa mendidik dan memberikan pencerahan yang mengarah kepada tindakan kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas Ibadah, pelestarian lingkungab, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial.

"Dan ketiga, tidak mempertentangkan unsur SARA yang dalat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan, ataupun merusak Ikatan bangsa," kata Amin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement