Selasa 10 Jul 2018 16:23 WIB

Dedi Mulyadi Bangun Mushola Ramah Anak

Satu desa diharapkan memiliki satu Tajug atau Mushola ramah anak.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Rahmat Santosa Basarah
Dedi Mulyadi bangun Mushola Ramah Anak. Foto: Ita Nina Winarsih/Republika
Dedi Mulyadi bangun Mushola Ramah Anak. Foto: Ita Nina Winarsih/Republika

REPUBLIKA.CO.ID,SUBANG-- Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi, mendorong terbangunnya satu Tajug (mushola) dalam sepekan. Tajug yang akan dibangun ini, disesuaikan dengan arsitektur sunda. Yaitu menggunakan konsep panggung. Tajug ini, diharapkan bisa ramah anak. Sebab  generasi penerus ini bisa belajar mengaji sekaligus bermain di tempat tersebut.

"Kita akan wujudkan pembangunan satu pekan satu tajug," ujarnya, kepada Republika, Senin (9/7).

Menurut Dedi, saat ini tajug dan masjid sudah banyak kehilangan penghuninya. Anak-anak tidak lagi menyukai mengaji sambil bermain di tajug. Karema itu, dirinya ingin mengembalikan di saat masa indah usia anak-anak.

Yaitu, belajar ilmu agama sekaligus bersenda gurau di tajug ataupun masjid. Dengan kondisi itu, Dedi ingin satu desa minimal punya tajug yang ramah anak. Selain tajug, dirinya juga akan mewakafkan Alquran untuk para generasi muda yang berlajar di tajug tersebut.

Selain itu, lanjut Dedi tempat untuk berwudhunya juga akan menggunakan sumur dengan tali timba. Supaya, sebelum shalat atapun mengaji, anak-anak ini akan bersusah dulu untuk mendapatkan air wudhu. Yakni, dengan menimba air.

"Menimba air ini, merupakan pendidikan. Karena anak-anak diajarkan untuk susah dan bersabar dalam mendapatkan air untuk bersuci," ujarnya.

Meskipun sumurnya berkonsep tradisional dengan tali timba dan embernya, tetapi tempat wudhunya akan dibuat representatif. Pembuangannya juga akan diatur. Supaya, ada nilai estetika dan kebersihannya.

Konsep ini bergulir, sambung Dedi, karena di salah satu media sosial ada yang posting kondisi tajug yang sangat memprihatinkan. Tajug tersebut, berada di Kampung Pungangan, Desa Rancabango, Kecamatan Patokbeusi, Subang.

Menariknya, tajug yang berukuran 5x6 meter ini, berarsitektur sunda. Yaitu, menggunakan anyaman bambu (bilik) dan panggung. Bahkan, tajug ini lokasinya berada di pekarangan yang rimbun dengan pepohonan. Serta, lokasinya sangat dekat dengan sawah.

"Tajug ini, menggambarkan suasana mengaji tahun 70-an. Saya jadi bernostalgia," ujar mantan Bupati Purwakarta ini.

Nantinya, ajug-tajug seperti ini akan banyak dibangun. Tujuannya, supaya anak-anak bisa belajar mengaji di tempat yang tidak jauh dari rumahnya. Serta sangat layak. Jangan sampai, masjid atau mushola ukurannya luas dan bagus, tetapi sepi dari suara mengaji anak-anak.

Sementara itu, Yunengsih (50 tahun) warga setempat, mengatakan, tajug yang akan dibangun oleh Dedi Mulyadi ini, bernama Tajug Al Muttaqien. Meskipun kecil, tapi, tajug ini tetap digunakan untuk melaksanakan shalat lima waktu berjamaah. Bahkan, setiap bulan puasa, tajug ini jadi tujuan warga untuk melaksanakan shalat tarawih.

"Tajug ini, dibangun sejak 1972 yang lalu. Dan ini, merupakan satu-satunya tajug dengan konsep panggung," ujarnya.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, konstruksi tajug ini mulai keropos. Setiap musim hujan, langit-langitnya bocor. Karena itu, warga disini memposting kondisi tajug tersebut di media sosial. Lalu, mendapat respon positif dari mantan Bupati Purwakarta itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement