REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia telah banyak membuat manusia sibuk dengannya. Dari pagi, bahkan dini hari sampai petang, bahkan larut malam, orang sibuk mencari harta dunia hingga lupa dengan sesuatu yang sesungguhnya jauh lebih penting dan berharga dalam hidup, yaitu akhirat dan Allah.
Orang begitu sibuk dengan dunia nyaris tanpa jeda dan istirahat. Pikiran dan fisik dipaksa bekerja keras dan lebih keras lagi, dari waktu ke waktu, demi menghasilkan sesuatu yang sifatnya fana dan sementara.
Sesuatu yang sifatnya material, yang suatu saat rusak, habis, dan lenyap. Materi mungkin berhasil didapatkan, tetapi ruhani kosong. Allah sejatinya tak melarang seseorang mencari dunia, justru orang beriman mesti berikhtiar semaksimal mungkin mendapatkannya.
Orang beriman dilarang bersikap malas-malasan atau menjadi beban orang lain. Nabi bahkan pernah berdoa kepada Allah agar dilindungi dari kemalasan, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan, keburukan di hari tua, dan kekikiran." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Nabi juga mengatakan, "Salah seorang di antara kalian mencari (mengambil) seikat kayu bakar di atas punggungnya, itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain, lalu orang itu memberinya atau (mungkin) tidak memberi nya." (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i). Allah tidak melarang orang beriman berusaha dan bekerja keras mencari rezeki, bahkan menganjurkan untuk itu. Allah hanya mengingatkan agar seseorang tidak terlalu tenggelam dalam aktivitas keduniaan sehingga lupa akhirat dan Allah.
Apalagi, jika aktivitas keduniaan itu justru mengandung halhal yang diharamkan. Misalnya, mencari materi dunia dengan jalan yang tidak halal, seperti mencuri, merampok, membegal, mencopet, menipu, korupsi, suap-menyuap, dan sejenisnya. Materi yang didapat dari hal-hal semacam ini tidak ada berkahnya dan justru merugikan diri sendiri dan orang lain. Ia melawan hukum, juga melanggar larangan Allah. Dalam kesibukan seseorang mencari dunia, Allah meng ingat kan selain agar berhati-hati jangan sampai menerabas yang dilarang oleh-Nya, juga mengingatkan agar ia berhenti sejenak, beristirahat, mengambil waktu sesaat untuk mengingat Allah.
Allahlah yang memberi dan mengatur rezeki manusia. Allahlah yang memberi, Dia juga yang menahan. Sepanjang seseorang mengingat Allah, berharap penuh kepada-Nya dalam hal rezeki, Allah tidak akan mengecewakannya. Allah justru mendekatinya dan memberinya, bahkan lebih dari yang ia minta, bahkan dari jalan yang tidak ia sangkasangka. Selalu ada keajaiban ketika seseorang mendekatkan diri kepada Allah dan memohon kepada-Nya.
Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab al-Hikam mengata kan, "Istirahatkan dirimu dari kesibukan mengurusi duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kausibuk ikut campur." Dengan tegas, Allah mengingatkan, "Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS al-Ankabut: 60).
Materi dunia mesti dicari untuk dimanfaatkan di jalan Allah, yakni jalan kebaikan. Namun, ia tak perlu dicari dengan penuh ambisius hingga lupa daratan, lupa Allah. Kerja keras tanpa jeda untuk mengingat Allah akan membuat jiwanya jauh dari Allah. Jika jiwa sudah jauh dari-Nya, kerja kerasnya bisa jadi sia-sia dan tak ada berkahnya. Materi dunia yang baik adalah yang didapat dengan cara halal dan mengandung berkah. Wallahu a'lam. n